Cerita Mengobor Belut di Malam Hari

Cerita mengobor belut di malam hari – Ketika saya masih kanak-kanak, orangtua saya sering mencari belut di sawah pada malam hari. Pulang mengaji di surau, sekitar pukul delapan malam, saya diajak ayah untuk mencari belut. Kadang-kadang saya hanya menemani ayah atau sekadar memegang lampu ketika ayah sedang menangkap belut.

Tetapi sekali-sekali saya diajari ayah bagaimana cara menangkap belut di malam hari menggunakan ladiang panjang (parang) yang memang tidak tajam.

Mencari belut, di kampung saya disebut dengan manyuluah baluik (mengobor belut). Alat penerangan yang digunakan adalah lampu stormking. Konon nama ini berasal dari bahasa Belanda yang berarti lampu petromaks.

Lampu penerangan ini paling keren pada masa itu karena belum ada penerangan listrik. Lampu petromaks ini memiliki tabung bahan bakar bundar sebagai dasar lampu. Kaus lampu tergantung di atas sebuah tiang, dilindungi kaca bundar dan memiliki kap bundar.

Kap bundar berwarna putih ini bertujuan agar cahaya lampu yang keluar dari kaus yang terbakar, lebih fokus ke bawah dan menerangi area yang lebih luas di sekitar lampu stormking.

Sebenarnya menangkap belut dapat juga dilakukan dengan cara memancing menggunakan mata kail yang diberi umpan dari anak katak sawah. Ada pula dengan memasang perangkap yang disebut dengan lukah.

Mencari belut dengan mengobor biasanya pada musim tertentu. Misalnya musim akan bertanam padi atau pada saat padi masih berusia muda. Rupanya, pada malam hari belut keluar dari lubang sarangnya dan tidur-tiduran di permukaan lumpur sawah atau di dasar kali kecil yang airnya tenang.

Uniknya, ketika belut itu tidur-tiduran di atas lumpur sawah tidak terpengaruh oleh gerakan kedatangan manusia. Mungkin keenakan tidur-tiduran sehingga tidak menyadari ada orang yang datang dan mendekat.

Setelah mendekat, belut yang lagi tiduran itu dipukul dengan ladiang panjang yang tidak terlalu tajam. Belut itu akan sekarat dan saat itulah belut ditangkap dengan tangan. Menggunakan tiga jari sebagai penjepit tubuh belut yang berlendir dan licin.

Biasanya, menangkap belut dengan penerangan lampu stormking dan menggunakan ladiang, sampai tengah malam. Belut hasil tangkapan di malam hari itu dibersihkan pada pagi hari untuk dijemur sampai kering.

Orangtua saya tidak pernah menjual belut hasil tangkapan. Setelah belut itu kering, sebagian digoreng untuk dijadikan sambal teman makan nasi. Sedangkan sisanya disimpan untuk perbekalan teman makan nasi hari berikutnya.***