Cerita Mengobor Belut di Malam Hari
Februari 18, 2020
Cerita mengobor belut di malam
hari
– Ketika saya masih kanak-kanak, orangtua saya sering mencari belut di sawah
pada malam hari. Pulang mengaji di surau, sekitar pukul delapan malam, saya
diajak ayah untuk mencari belut. Kadang-kadang saya hanya menemani ayah atau
sekadar memegang lampu ketika ayah sedang menangkap belut.
Tetapi
sekali-sekali saya diajari ayah bagaimana cara menangkap belut di malam hari
menggunakan ladiang panjang (parang)
yang memang tidak tajam.
Mencari
belut, di kampung saya disebut dengan manyuluah
baluik (mengobor belut). Alat penerangan yang digunakan adalah lampu stormking. Konon nama ini berasal dari
bahasa Belanda yang berarti lampu petromaks.
Lampu
penerangan ini paling keren pada masa itu karena belum ada penerangan listrik.
Lampu petromaks ini memiliki tabung bahan bakar bundar sebagai dasar lampu. Kaus
lampu tergantung di atas sebuah tiang, dilindungi kaca bundar dan memiliki kap
bundar.
Kap
bundar berwarna putih ini bertujuan agar cahaya lampu yang keluar dari kaus
yang terbakar, lebih fokus ke bawah dan menerangi area yang lebih luas di
sekitar lampu stormking.
Sebenarnya
menangkap belut dapat juga dilakukan dengan cara memancing menggunakan mata
kail yang diberi umpan dari anak katak sawah. Ada pula dengan memasang
perangkap yang disebut dengan lukah.
Mencari
belut dengan mengobor biasanya pada musim tertentu. Misalnya musim akan
bertanam padi atau pada saat padi masih berusia muda. Rupanya, pada malam hari
belut keluar dari lubang sarangnya dan tidur-tiduran di permukaan lumpur
sawah atau di dasar kali kecil yang airnya tenang.
Uniknya,
ketika belut itu tidur-tiduran di atas lumpur sawah tidak terpengaruh oleh
gerakan kedatangan manusia. Mungkin keenakan tidur-tiduran sehingga tidak
menyadari ada orang yang datang dan mendekat.
Setelah
mendekat, belut yang lagi tiduran itu dipukul dengan ladiang panjang yang tidak terlalu tajam. Belut itu akan sekarat dan
saat itulah belut ditangkap dengan tangan. Menggunakan tiga jari sebagai
penjepit tubuh belut yang berlendir dan licin.
Biasanya, menangkap belut dengan penerangan lampu stormking dan menggunakan ladiang, sampai tengah malam. Belut hasil tangkapan di malam hari itu dibersihkan pada pagi
hari untuk dijemur sampai kering.
Orangtua
saya tidak pernah menjual belut hasil tangkapan. Setelah belut itu kering,
sebagian digoreng untuk dijadikan sambal teman makan nasi. Sedangkan sisanya
disimpan untuk perbekalan teman makan nasi hari berikutnya.***