Antara Lima dan Empat
Maret 22, 2020
Gila!
Winarto bergumam sambil geleng-geleng kepala. Kemudian menutup fitur media
sosial dan meletakkan kembali ponsel androidnya. Sejenak mereguk kopi hangat
yang baru disajikan istrinya.
“Ada
apa toh, Pak. Kok ngomel sendiri usai buka ponselnya?” tanya Surti, istrinya penasaran.
“Bagaimana
tidak akan ngomel, Bu? Seorang istri paruh baya, beranak 5 yang sudah
besar-besar tega berselingkuh dengan suami orang lain yang sudah beranak 4. Apa
itu tidak gila namanya, buk? ”
Surti
terdiam.
“Mungkin
karena pengaruh gadget, ya pak?” ujar Surti kemudian.
“Boleh
jadi begitu, Buk. Tapi, seseorang yang telah berumur paruh baya dan beranak 5
yang sudah besar, tidak mungkin seluruhnya dikatakan kerena pengaruh gadget
Lagi pula, kemajuan teknologi berupa gadget semestinya digunakan untuk yang
bermanfaat dan yang baik-baik saja, buk.
Yang
salah itu orang yang memakainya, bukan gadgetnya melainkan penggunnya yang
salah. ” ujar Winarto.
“Betul
juga ya Pak? Semestinya kalau sudah berumur itu banyak-banyak mengingat mati
apalagi seorang ibu yang mulai memasuki usia tua,” timpal Surti.
“Iya,
bu. Bapak kasihan dengan suami dan anak-anaknya yang sudah besar-besar
semuanya.”
*****
“Horeeee!
Akhirnya siap juga!!!” Melisa berteriak girang.
“Gembira
banget, kamu bikin apa sih, Mel?” tanya Budi ingin tahu sembari mendekat ke
meja belajar adiknya.
“Ini
bang, coba lihat Cerpen bikinanku di laptop ini.” kata Melisa.
“Oh,
bagus..” komentar Budi.
“Judulnya
belum ada. Bagusnya apa judul Cerpen buatanku ini, bang?”
“Menurut
abang, Antara Empat dan Lima, Mel. Kamu setuju?”
Melisa
terdiam sejenak.
“Hm,
aku setuju bang.”
“Tapi
kamu perlu periksa kembali ejaan dan tanda bacanya, Mel.
“Iya,
bang. Ntar kuulangi mengeditnya dan mengirimnya ke blog yang bersedia menerima dan
menerbitkan Cerpenku ini, bang. Terima kasih ya?”
Lihat juga cerpen: Kertas Bertulis yang Tercecer
“Ya.
Semoga sukses, adikku.”***