Kertas Bertulis yang Tercecer
Maret 22, 2020
“Papa, tadi di jalan Acha menemukan kertas ini.”
ujar Anisa memperlihatkan kertas yang ditemukannya ketika berjalan
pulang sekolah. Agusri, sang papa hanya menanggapi dengan jawaban, “Oh ya?” Tanpa menoleh barang sebentar. Namun ia masih asyik
dengan pekerjaannya di depan meja komputer.
Karena
merasa papanya sibuk dengan pekerjaannya dan tak dapat diganggu, Anisa menaruh
kertas yang ditemukannya itu di meja kerja papanya.
Melihat
sekilas kertas yang ditaruh putrinya di atas meja, Agusri berhenti bekerja.
Sepertinya kertas temuan putrinya itu menarik perhatiannya.
Agusri
tergerak hatinya untuk meraih dan memeriksanya. Kertas berlipat itu berwarna
merah jambu dan sudah mulai kotor itu oleh debu jalanan.
“Sepertinya,
kertas kecil ini diari seseorang yang tercecer,” Agusri membatin ketika membuka
lipatan kertas berisi tulisan yang ditulis tagan. Karena penasaran, Agusri membacanya
dalam hati sampai tuntas…
Jumat,
20 Maret 2019
Setiap
orang tidak ingin dikhianati oleh pasangannya termasuk diriku. Tapi rupanya setiap
orang juga selalu memiliki peluang untuk menerima guratan tangan dikhianati.
Dan, itu telah berjadi padaku.
Aku
terdiam bisu ketika kedua anakku yang sudah berangkat remaja itu memberitahu
kalau mamanya berselingkuh. Mereka tidak tahan lagi menyimpan
rahasia tentang kelakuan mamanya selama ini yang telah berselingkuh dengan pria
yang juga punya keluarga dan anak-anak.
Pengakuan
anak-anakku, mereka semula akan menyimpan rahasia ini untuk menghindari percekcokan
papa dan mamanya. Namun mereka tak kuasa lagi menyimpan rahasia itu. Suatu saat
rahasia mama akan terbongkar.
Mereka
tidak mau kalau suatu saat nanti mama mereka ketahuan berselingkuh dan akan
dikatakan Perebut Laki Orang. Sepandai apapun seseorang menympan yang busuk,
lambat laun akan ketahuan juga.
Aku
berhasil meredam amarah saat mendengar kedua anakku berterus terang. Kedua
anakku meminta terlebih dulu agar aku berjanji untuk sabar dan tidak langsung
emosi ketika mendengar pengakuan mereka.
Sebaliknya
kedua anakku juga berjanji akan berusaha untuk menegur mamanya yang telah
melanggar norma susila tersebut.
Aku
hanya mengurut dada dan bersabar. Tidak mengambil tindakan yang gegabah dan
merugikan mental kedua anakku. Suatu saat ketika mereka sudah dewasa mungkin
aku akan mengambil tindakan terhadap mamanya…Sekian.
Lihat juga cerpen: Antara Lima dan Empat
Agusri
terdiam usai membaca tulisan di kertas merah jambu itu.
“Kasihan
sang papa…” gumam Agusri sembari merobek kertas catatan yang tercecer itu
menjadi kecil-kecil agar tidak sempat dibaca oleh putrinya, Anisa.