Semua Bertanya Kenapa Sepi
Maret 27, 2020
Seorang guru
berusia paruh baya mengendarai motornya dengan kecepatan rendah. Membelok
memasuki gerbang sekolah. Sejenak ia tertegun usai memarkir motor. Masih duduk
di jok motor. Memperhatikan suasana di halaman depan gedung sekolah. Mendadak
terburat guratan sedih di hati guru yang sudah dua puluh tahun lebih mengabdi
di sekolah itu.
“Corona,
Corona…!” keluh guru yang juga Wakil kepala Sekolah itu membatin. Makhluk
mikroorganisme yang bernama Corona itu telah membuat sekolah seakan-akan
menjadi sepi, mati. Warga sekolah dilarang untuk tidak datang kesekolah sejak
beberapa hari lalu.
Sejenak
guru Matematika itu menarik nafas. Kemudian ia melangkah menuju gedung belajar
yang terkunci erat. Berjalan menyusuri koridor kelas. Pada satu ruang kelas ia
berhenti. Melongok ke dalam ruangan di balik kaca jendela.
Hatinya
semakin trenyuh.
Kemudian
mendekati pohon jambu air yang tumbuh subur dan berbuah di samping gedung
kantor sekolah. Tak puas sampai disini ia melangkahkan kaki menuju bagian
belakang gedung sekolah.
Menatap
nanar hamparan daun ubi kayu yang tumbuh subur dan hijau. Kemudian menggerakkan
pandangan pada rumpun pisang dan batang rambutan.
Di
areal perpustakan, guru yang sudah diakruniai 5 anak itu melihat hiasan taman
dan bunga berwarna-warni.
Ruang
kelas, pohon jambu, tanaman ubi kayu, pisang, rambutan dan sejumlah benda
lainnya. Semua seakan bertanya ada apa gerangan. Kenapa jadi sepi. Kenapa tidak
seramai sebelumnya.
“Hari
ini saya katakan pada semuanya, ada wabah yang sangat berbahaya, namanya
Corona. Untuk itu mari kita bersama berdoa agar Allah SWT cepat mengambil
Corona tersebut. Amiiin.” kata sang guru dalam hati, seakan memberi jawaban
atas pertanyaan semua makhluk dan benda mati di sekolah.
Guru
paruh baya itu kembali pulang ke rumahnya. Menjumpai istri dan anak-anaknya
yang tadi telah ditinggalkan beberapa waktu untuk melepas kangen pada sekolah
yang sangat dicintainya.
“Semua
ini akan kuceritakan kepada rekan-rekan guru melalui WhatSapp biar rekan guru
juga tahu apa yang kualami dan kurasakan ketika datang ke sekolah.
******
“Bapak/ibuk,
pagi ini Ambo ke sekolah. Ambo lihat
meja dan kursi patuh menunggu kehangatan bapak/ibuk. Ambo lihat lokal sepi.
Seolah-olah bertanya ada apa. Biasanya riuh dengan suara anak-anak dan ramai
dengan irama bapak/ibuk menasihati anak masing-asing.
Ambo
pergi ke batang pohon jambu yang sedang menunggu siapa saja yang mau karena
sudah satu minggu, tidak sepasang kaki pun yang mendekat.
Ambo
pergi ke belakang, menatap hamparan daun ubi, sedang melambaikan daun-daun yang
seolah-seolah bertanya, kemana ibuk-ibuk yang biasa memetik daun kami, koq tidak
akan dijual, untuk di rumahpun jadi, asal kami ketemu sama ibuk-ibuk guru yang
manis dan cantik.
Kemudian
menengok ke batang pisang, dia langsung bertanya ‘kama apak, kamilah tak tahan menunggu’.
Tengok
ke kiri, batang rambutan yang meranggas dan tinggal daun-daunnya. Dia berkata, habis manis sepah dibuang.
Mendekat
ke pustaka, Ambo lihat bunga warna warni, yang menunggu pasangan-pasangan mata
penikmatnya, dan Ambo katakan kepada semua hari ini, “Ada wabah yang sangat berbahaya namanya Corona, untuk itu mari kita
bersama berdoa semoga Allah SWT cepat mengambil Corona tersebut. Amin!”
Keterangan
: Ambo (bahasa Minang, Saya), Kama
(kemana)
(Curahan
Hati ini ditulis melalui Grup WhatSapp sekolah oleh Ropi’u, S.Pd.dan dikembangkan seperlunya oleh Admin Matra
Pendidikan).***