Bimbinglah Aku ke Jalan-Nya

Sudah sekian jam Budiman melayani Irma dalam chatting internet melalui fasilitas facebook messenger. Jari-jarinya mulai terasa pegal mengetikkan kata demi kata pada keypad hp androidnya. Seperti biasa percakapan messenger dari awal berjalan lancar dengan Irma yang berada nun jauh di seberang sana.

Namun akhirnya Budiman jadi bingung membaca isi percakapan Irma.. Pesan chatt yang ditulis Irma mulai berubah menjadi tanda tanya.
“Mas Budi, boleh aku minta sesuatu?” tanya Irma berbasa basi.
“Minta apa, Irma?” Budiman balik bertanya.
“Boleh bukan?”
“Boleh, tapi kalau mas sanggup memenuhinya…”
“Jangan khawatir Mas Budi. Aku tidak meminta materi koq…”
“Silahkan. Apa itu?”
“Bimbinglah aku ke jalan-Nya, Mas Budi…”
“Maksudmu, Irma?”
“Maaf mas Budi. Jujur aku akui kalau aku ingin hidup bersamamu, mas. Bawalah aku dari Tanah Jawa ini ke Ranah Minang.
Bimbinglah aku ke jalan yang benar karena mas Budi sudah tahu kalau sebelum kita berjumpa di media sosial ini aku seorang pendosa.
Mas Budi ternyata tetap mau berteman denganku di facebook ini sampai sekarang meskipun aku bukan wanita baik-baik…”
Budiman terhenyak. Hp android nyaris terlepas dari tangannya. Seakan mimpi di siang bolong membaca pengakuan Irma di papan chatt-nya.
“Bagaimana mas Budi? Kenapa Mas tidak membalasnya?”
Irma semakin mendesak untuk mengetahui jawaban Budiman.
“Kalau Mas Budi diam, keberatan dan tidak mau memenuhi permintaanku, ya tidak apa-apa. Sebab aku juga tahu diri siapa aku,”
“Bukan begitu Irma. Bukankah kamu tahu kalau Mas sudah punya istri dan beberapa orang anak?”
“Iya, aku tahu mas. Tapi aku juga sudah tahu bahwa Mas dikecewakan dan ditinggalkan oleh kak Rina, istrinya mas…?” tukas Irma.
“Bukankah kamu juga tahu usia kita terpaut jauh beberapa tahun, Irma?”
“Iya, mas. Aku sudah tahu. Tapi aku sudah siap untuk memulai hidup yang diredhoi Allah SWT bersamamu, Mas Budi…”
“Kamu akan menyesal kelak, Irma…” cetus Budiman.
“Kenapa begitu mas bilang?”
“Mas sudah bangkrut karena gaji Mas sudah habis untuk membayar hutang,”
“Hanya karena itukah mas bilang aku akan menyesal kelak? 
Supaya mas tahu saja, aku tak lagi memikirkan materi calon suamiku. Orang kaya atau orang melarat. 
Yang penting bagiku, ada suami yang membimbingku ke jalan yag benar…”
Ya, ampuuun..!!! Benar-benar nekad nih orang! Budiman berkata dalam hatinya.
“Kalau mas tidak keberatan, aku akan menjual aset yang masih kupunya disini dan pindah ke Ranah Minang membangun usaha bersama Mas Budi. Apa mas masih meragukanku?
“Sungguhkah itu dari hati kecilmu, Irma?” Budiman menanyakan keseriusan Irma.
“Sungguh, mas Budi. Dan, kalau mas Budi mau, aku akan memulainya dari sekarang untuk mewujudkan impianku itu…”
“Baiklah, mas akan coba mendekati anak-anak agar mereka juga bersedia menerimamu ada di tengah mereka,” ujar Budiman akahirnya pasrah.
“Semoga mas juga berhasil...” ***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel