Bimbinglah Aku ke Jalan-Nya
April 10, 2020
Sudah
sekian jam Budiman melayani Irma dalam chatting
internet melalui fasilitas facebook messenger.
Jari-jarinya mulai terasa pegal mengetikkan kata demi kata pada keypad hp
androidnya. Seperti biasa percakapan messenger dari awal berjalan lancar
dengan Irma yang berada nun jauh di seberang sana.
Namun
akhirnya Budiman jadi bingung membaca isi percakapan Irma.. Pesan chatt yang ditulis
Irma mulai berubah menjadi tanda tanya.
“Mas
Budi, boleh aku minta sesuatu?” tanya Irma berbasa basi.
“Minta
apa, Irma?” Budiman balik bertanya.
“Boleh
bukan?”
“Boleh,
tapi kalau mas sanggup memenuhinya…”
“Jangan
khawatir Mas Budi. Aku tidak meminta materi koq…”
“Silahkan.
Apa itu?”
“Bimbinglah
aku ke jalan-Nya, Mas Budi…”
“Maksudmu,
Irma?”
“Maaf
mas Budi. Jujur aku akui kalau aku ingin hidup bersamamu, mas. Bawalah aku dari
Tanah Jawa ini ke Ranah Minang.
Bimbinglah
aku ke jalan yang benar karena mas Budi sudah tahu kalau sebelum kita berjumpa
di media sosial ini aku seorang pendosa.
Mas
Budi ternyata tetap mau berteman denganku di facebook ini sampai sekarang
meskipun aku bukan wanita baik-baik…”
Budiman
terhenyak. Hp android nyaris terlepas dari tangannya. Seakan mimpi di siang
bolong membaca pengakuan Irma di papan chatt-nya.
“Bagaimana
mas Budi? Kenapa Mas tidak membalasnya?”
Irma
semakin mendesak untuk mengetahui jawaban Budiman.
“Kalau
Mas Budi diam, keberatan dan tidak mau memenuhi permintaanku, ya tidak apa-apa.
Sebab aku juga tahu diri siapa aku,”
“Bukan
begitu Irma. Bukankah kamu tahu kalau Mas sudah punya istri dan beberapa orang anak?”
“Iya,
aku tahu mas. Tapi aku juga sudah tahu bahwa Mas dikecewakan dan ditinggalkan
oleh kak Rina, istrinya mas…?” tukas Irma.
“Bukankah
kamu juga tahu usia kita terpaut jauh beberapa tahun, Irma?”
“Iya,
mas. Aku sudah tahu. Tapi aku sudah siap untuk memulai hidup yang diredhoi
Allah SWT bersamamu, Mas Budi…”
“Kamu
akan menyesal kelak, Irma…” cetus Budiman.
“Kenapa
begitu mas bilang?”
“Mas
sudah bangkrut karena gaji Mas sudah habis untuk membayar hutang,”
“Hanya
karena itukah mas bilang aku akan menyesal kelak?
Supaya mas tahu saja, aku tak lagi memikirkan materi calon suamiku. Orang kaya atau orang melarat.
Yang penting bagiku, ada suami yang membimbingku ke jalan yag benar…”
Supaya mas tahu saja, aku tak lagi memikirkan materi calon suamiku. Orang kaya atau orang melarat.
Yang penting bagiku, ada suami yang membimbingku ke jalan yag benar…”
Ya,
ampuuun..!!! Benar-benar nekad nih orang! Budiman berkata dalam hatinya.
“Kalau
mas tidak keberatan, aku akan menjual aset yang masih kupunya disini dan pindah
ke Ranah Minang membangun usaha bersama Mas Budi. Apa mas masih meragukanku?
“Sungguhkah
itu dari hati kecilmu, Irma?” Budiman menanyakan keseriusan Irma.
“Sungguh,
mas Budi. Dan, kalau mas Budi mau, aku akan memulainya dari sekarang untuk
mewujudkan impianku itu…”
“Baiklah,
mas akan coba mendekati anak-anak agar mereka juga bersedia menerimamu ada
di tengah mereka,” ujar Budiman akahirnya pasrah.
“Semoga
mas juga berhasil...” ***