Pendidikan Warisan Kolonial di Era Revolusi Industri 4.0

Pendidikan warisan kolonial di era revolusi industri 4.0 - Pada saat ini kita sudah memasuki Era Revolusi industri 4.0. yang ditandai dengan meningkatnya konektivitas, interaksi serta perkembanga sistem digital dan tentunya juga akan berpengaruh pada kualitas pendidikan yang pasti jauh lebih maju dari sebelumnya.

Pertanyaannya adalah apakah pendidikan kita yang ada sekarang, sistem pembelajarannya masih memakai sistem pada zaman kolonial?

Praktek pendidikan zaman Indonesia merdeka sampai tahun 1965 bisa dikatakan banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan Belanda. Pada zaman kolonial Belanda pendidikan ditujukan untuk menembangkan kemamapuan penduduk pribumi secepat-cepatnya melalui pendidikan barat. 

Praktek pendidikan ini bertujuan untuk menjadikan kaum pribumi menjadi kaum menengah, namun pratek pendidikan tersebut masih menunjukkan diskriminasi antara anak pejabat dan anak kebanyakan. Kesempatan luas tetap saja didapatkan oleh anak-anak elit menengah ke atas.

Saya akan menyebutkan pendapat seorang ahli yang bernama Tilaar, dalam pandanganya menyebutkan 5 ciri pendidikan kita di masa kolonial.

Pertama Sistem Dualisme, dalam sistem ini diadakan garis pemisah antara sistem pendidikan untuk golongan orang Eropa dan sistem pendidikan untuk golongan pribumi.

Kedua Sistem Korkondasi, sistem pendidikan ini disesuaikan dengan pendidikan yang terdapat di Belanda. Maka mutu pendidikan tersebut diasumsikan setingkat pendidikan di Negara Beland,

Ketiga Sentralisasi, Kebijakan pendidikan di zaman kolonial diurus oleh departemen pengajaran. Departemen tersebut yang mengatur segala sesuatu mengenai pendidikan dengan perwakilannya yang terdapat dipropinsi-propinsi besar,

Keempat Menghambat gerakan Nasional, Di dalam kurikulum pendidikan kolonial pada waktu itu, diutamakan penguasaan bahasa belanda dan hal-hal mengenai negeri belanda

Jika kita telaah lagi. Sistem pendidikan kita tidak jauh berbeda dengan sistem pendidikan pada masa kolonial Belanda.

Sistem Dualisme dan sistem Korkondasi yang diterapkan oleh Belanda waktu itu hampir sama dengan sistem pendidikan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasiona (SRBI). Dimana sistem RSBI lebih menekankan pada bahasa internasional (Inggris) yang lebih disesuaikan dengan gaya pendidikan luar.

Seperti adanya pengantar bahasa inggris dan mengutamakan pada golongan tertentu. Sehingga terjadi kesenjangan antara RSBI dan sekolah biasa. Karena RSBI dianggap sekolah elit yang menimbulkan asumsi hanya orang yang mampu yang sekolah di situ.

Sistem pendidikan Menghambat gerakan Nasional adalah salah satu cara untuk memutus gerakan nasionalis bangsa kita. Pada pendidikan kita hal tersebut juga pernah terjadi. Kita masih ingat dengan kejadian pada tahun 2010 lalu. 

Bahwa pada Ujian Nasional (UN) nilai bahasa Indonesia siswa lebih tinggi dengan bahasa inggris, bahkan sampai sekarang. Dan semakin menyusutnya pendidikan budi pekerti yang mengakibatkan banyak siswa suka tawuran. Serta semaraknya budaya luar seperti Korea, Inggris, Jepang dan lain-lain yang mengakibatkan genarasi muda lupa akan nasionalisme.

Kesamaan yang masih melekat di bangsa kita dengan Belanda adalah tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis. Entah sudah berapa kali kurikulum pendidikan di Negara kita diganti.

Kurikulum yang katanya untuk perubahan selalu gagal diterapkan pada dunia pendidikan kita. Bahkan juga dinyatakan gagal. Dengan kata lain setiap perubahan atau pergantian adalah bagian dari kurangnya perencanaan pendidikan yang sistematis.

Jika dibandingkan lagi antara zaman pendidikan kolonial dan zaman pendidikan revolusi industri 4.0 yang kita rasakan sekarang dari segi teknologinya, tentunya sangat jauh berbeda. 

Tapi yang jadi bahasan kita adalah kurikulum pendidikan yang berjalan antara zaman Kolonial dan zaman revolusi industri tentunya masih tersisia sedikit sistemnya.

Namun perlu dicatat, betapapun juga pendidikan Kolonial (Belanda) memiliki peran yang penting dalam melahirkan pejuang-pejuang yang akhirnya berhasil melahirkan kemerdekaan Indonesia.

Sampai sejauh ini, apakah yang harus kita lakukan? Apakah kita harus melestarikan budaya pendidiakan Kolonial yang sedikit terwariskan pada zaman sekarang? Apakah kita harus mengubahnya dengan yang jauh perbedaannya?

Kita sebagai warga Indonesia yang cinta tanah air, haruslah memberikan perubahan-perubahan yang jauh lebih baik ke depannya, terkhususnya bagi para pemuda yang mempunyai semangat perubahan, perubahan yang jauh lebih baik. 

Tentunya kita tidak ingin menjadi budaknya para kolonialis, kita harus menjadi diri kita sendiri, mempunyai sistem yang lebih baik seiring perkembangan zaman, semua sistem yang masuk haruslah difilter dengan baik.

Kita memang bumi putera biasa.
Tapi kita haruslah muncul kepermukaan dunia.
Dengan semangat yang membara,
Tanpa rasa lelah dan penuh cinta. (Kiriman : Yuswani Ch*)

Penulis : Yuswani Ch, Mahasiswa STITMA Yogyakarta

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel