Tak Sebebas Burung Tekukur
April 09, 2020
Seekor burung tekukur hinggap di pohon kelapa di belakang sebuah rumah yang sepi ditinggal penghuninya. Bertengger di salah satu pelepah pohon kelapa. Kemudian memiringkan kepala mengamati suasana di pekarangan rumah yang sudah ditumbuhi rumput
dan semak rendah.
Beberapa
saat kemudian, seperti biasanya burung yang disebut burung balam di Minangkabau itu turun dan hinggap di
tengah halaman rumah yang tak berpenghuni itu. Kemudian berjalan santai di tanah berumput
hijau untuk mencari makanan.
Suasana
di halaman rumah itu memang sepi. Burung jenis tekukur itu merasa leluasa
mencari makan di atas rerumputan halaman rumah. Bebas dari gangguan manusia.
Namun
tanpa disadari hewan aves itu. Sebuah kamera hp android telah merekam
gerak-geriknya dari balik jendela kaca rumah tetangga yang tak berpenghuni itu.
Dengan
zoom sekian kali, gerak gerik burung tekukur yang sedang mencari makanan di
halaman itu terlihat jelas.
Nadim,
pemilik ponsel android itu, menghentikan proses perekaman burung balam di
halaman rumah tetangganya. Sejenak ia memperhatikan kembali hasil rekamannya dengan
durasi sekian menit.
Nadiem
duduk di tepi kasur tempat tidur di kamarnya.
Tiba-tiba
ia jadi galau. Entah kenapa hatinya merasa iri dengan kebebasan seekor burung tekukur yang
sedang mencari makanan di halaman rumah tetangganya.
Hidupnya
bersama anggota keluarganya tidak
seberuntung burung di halaman rumah itu. 'Dikekang' sejak beberapa hari yang lalu sehubungan
dengan penyebaran Coronavirus Desease (Covid-19) yang semakin mengkhawatirkan.
“Terbang
bebas, hinggap dan mencari makanan kemana mereka suka. Tidak seperti yang dialami diri dan keluarganya. Berdiam diri
dalam rumah, bekerja dari rumah (Work From Home),” Nadiem membatin.
“Lho?
Abang lagi kenapa, koq bermenung?”
Maria,
istri Nadiem bertanya heran dan menghampirinya.
“Mama
lihat tuh di halaman. Ada burung tekukur sedang mencari makanan dengan bebasnya,”
sahut Nadiem tanpa mengalihkan pandangannya. Pura-pura memperhatikan burung yang sedang mencari makanan di halaman rumah tetangganya. Menyembunyikan
kegalauan hati di hadapan istrinya.
Setelah
mengikuti arah perhatian suaminya, Maria memang melihat seekor burung tekukur sedang berjalan di halaman rumah tetangganya itu.
“Mereka
masih bebas berkeliaran tanpa takut virus Corona ya, pa? Tidak seperti kita
yang harus berdiam diri dan bekerja dari rumah,” komentar Maria.
“Iya,
ma. Kita memang harus ikut instruksi pemerintah demi upaya memutus mata rantai
penyebaran Covid-19,” balas Nadiem.
“Tapi
Mama enggak habis pikir, bagaimana dengan orang yang mata pencaharian mereka di
luar rumah, seperti pedagang, ojek online dan lainnya. Kalau mereka disuruh di
rumah, mereka mau makan apa?,” ujar Maria kemudian.
Nadiem
tersentak. Pernyataan kritis sang istrinya barusan membuat Nadiem harus mengalihkan
pandangan dan menoleh pada istrinya.
“Iya,
Ma. Dan itu sangat dilematis.” Kata Nadiem serius menanggapi istrinya.
Maria
mengangguk kecil.
“Mungkin
betul apa yang dikatakan Rini, anak kita tempo hari kepada papa.”
“Apa
itu, Pa?”
“Untuk
menyikapi dilema ini, orang-orang yang kebetulan diberi kelebihan riski atau
mendapatkan pangkat dan jabatan, tidak haya bicara pencegahan penyebaran
Covid-19.
Justru
lebih penting lagi adalah memikirkan dampak kebijakan Work From Home terutama
orang-orang yang kurang mampu. Kalau perlu mereka turun tangan secara materi
kepada tetagga-tetangga sekitarnya. Katakanlah itu orang kaya atau berkecukupan,
beramal sedekah buat tetangga di sekitarnya.”
“Mama juga setuju, Pa.” sahut Maria kemudian. “Masalahnya,orang
yang dikira berkecukupan atau kaya justru kadang-kadang tak kalah sengitnya
mengeluh kekurangan. Sebab kebutuhan dan pengeluaran mereka juga sangat banyak.”
“Betul
juga pendapat Mama. Tapi bagi mereka yang mengaku dan merasa beriman kepada
Allah.., insyaallah, tidak akan merasa seperti yang mama katakan tadi,.”
Nadiem
kembali melongok ke luar jendela. Seekor burung nuri di halaman tadi tidak
dilihatnya lagi.
“Lho?
Kemana burung nuri tadi?”
“Mungkin
nuri itu mendengar suara percakapan kita sehingga mereka kabur, Pa.” sahut isri
Nadiem santai.
Nadiem
tersenyum kecil. Memandangi istrinya yang cerdas dan tak kalah pintar ngomong
dengan dirinya.***