Cerpen : Beruk Gedang

Pak Tuo saya berprofesi sebagai tukang pemanen kelapa dengan bantuan seekor beruk gedang. Sudah berpuluh-puluh tahun pekerjaan itu dijalaninya untuk membiayai kebutuhan harian 6 orang saudara sepupu saya.

Pak Tuo adalah panggilan kekerabatan di Miangkabau terhadap suami dari Mak Tuo, saudara perempuan yang tertua dari Ibu saya.

Dengan modal seekor beruk gedang (monyet besar) yang mahir memetik dan menurunkan kelapa, Pak Tuo saya memperoleh sejumlah upah.

Upahnya bukan uang tunai. Melainkan kelapa juga sesuai dengan proporsi pembagian kelapa yang berhasil diturunkan oleh monyet.

Misalnya, beruk berhasil menurunkan 10 butir kelapa dan upahnya 2 sampai 3 butir tanpa dikupas. Namun bila kelapa yang diturunkan langsung dikupas, upahnya bisa sampai 3 butir kelapa.

Mungkin beruk termasuk hewan yang unik di antara hewan lainnya yang bisa dilatih dan memiliki keterampilan melakukan sesuatu. 

Beruk kecil atau berusia muda dapat dilatih mengambil kelapa.

Kata Pak Tuo saya, beruk gedang yang dimilikinya sekarang  telah dibeli dan dilatih saat beruk itu berusia muda.

Melatih beruk muda memanjat dan memanen kelapa sesuai keinginan manusia tidak terlalu sukar, begitu kata Pak Tuo saya.

Beruk gedang atau beruk besar yang sudah mahir menurunkan kelapa susah untuk dijual kembali.

Susah menjualnya karena orang lain takut membelinya. Biasanya beruk gedang akan melawan kepada pemilik barunya.

Itu sebabnya jarang terdengar tukar tambah beruk di antar sesama pemetik kelapa. Beruk dipelihara sampai ia mati. 

Beruk gedang hanya patuh kepada ‘tuan’ yang sudah lama membesarkan dan memeliharanya. 

Namun kadang-kadang karena sesuatu dan lain hal bisa saja melawan kepada tuannya.

Membangkang dan tidak mau memanjat pohon kelapa sehingga Pak Tuo saya terpaksa melecutnya dengan tali beruk itu.

Bahkan suatu ketika beruk gedang milik Pak Tuo saya itu lepas dari tambatannya di kandang. Melarikan diri dan memanjat pohon kelapa yang paling tinggi. Payah Pak Tuo saya membujuknya agar turun kembali.

Saya sering melihat Pak Tuo saya menurunkan kelapa dengan beruk. Yang saya amati adalah tabiat hewan primata itu yang sangat terlatih mengambil kelapa.

Namun ada suatu yang aneh, beruk gedang itu selalu mencibir kepada orang yang lewat saat ia berada di atas pohon kelapa. Saat itulah Pak Tuo saya merenggut sedikit tali beruk sehingga hewan itu meneruskan pekerjaanya memilih dan menurunkan kelapa matang.

Beruk memang dapat membedakan kelapa yang sudah matang, separuh matang dan masih muda. Hewan itu mengambil kelapa tergantung pada instruksi majikannya. 

Dan saya tidak pernah diberitahu oleh Pak Tuo bahasa isyarat apa yang dipakai Pak Tuo saya dalam member instruksi kepada beruk untuk memanjat dan mengambil kelapa.
Dan…Pak Tuo saya masih merahasiakannya kepada saya sampai saat ini!***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel