Cerpen - Pasca Lebaran
Mei 26, 2020
Mak Uniang
mulai merasakan sesuatu yang tidak nyaman usai lebaran.Tubuhnya terasa agak
berat dan pegal. Kepalanya pun terasa mulai berat. Berkali-kali ia mencoba
mendiagnnosis sendiri penyebabnya sesuai ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Kelebihan
makan daging atau kue lebaran?
Laki-laki paruh baya, yang dipanggil Mak Uniang
oleh keponakannya itu, membantah diagnosisnya sendiri.
Rasanya
ia sudah berhati-hati untuk menghadapi lebaran, mengingat kemungkinan gula
darah dan kolesterolnya naik.
Mak
Uniang berusaha tidak mengkonsumsi makanan berlemak. Mengurangi makan daging. Begitu pula penganan lebaran.
Lemang buatan istrinya, hanya dimakan satu atau dua potong saja.
Kue
lebaran yang memenuhi meja tamu tidak disentuhnya. Hanya anak-anak atau tamu
yang berkunjung ke rumah yang mencicipi penganan lebaran itu.
Memang,
sudah menjadi kebiasaan orang dan itu sudah turun temurun di kampung istrinya
dalam merayakan lebaran terutama idul fitri. Lebaran itu identik dengan serba
baru.
Cat
rumah harus diperbaharui meskipun belum patut diperbaharui. Perabot dan suasana
dalam rumah juga diperbaharui. Kain pintu sampai gorden jendela yang mulai
usang, kalau perlu diganti.
Penganan
lebaran harus lengkap. Lemang plus tapai ketan hitam. Kue-kue besar dan kecil
perlu tersedia banyak di kursi tamu.
Rasanya
ketinggalan dari tetangga atau orang di kampung kalau tidak ada yang berubah di
suatu keluarga saat lebaran.
Mak
Uniang menghela nafas. Kepalanya kembali berdenyut.
Sebenarya
Mak Uniang sudah memaklumi kebiasaan orang di kampung istrinya dalam menyambut
dan merayakan lebaran. Oleh sebab itu ia mengikuti saja kebiasaan tersebut.
Sejenak
pikiranya melayang ke kampungnya. Teringat masa lalu dimana Mak Uniang dan
adik-adiknya selalu ditanamkan pola hidup sederhana termasuk menghadapi
lebaran.
“Lebaran
tidak mesti disikapi dengan serba baru. Dalam kondisi ekonomi yang kurang
memadai kita perlu sederhana dan tak boleh memaksakan diri,”
Begitu
ucapan almarhum ayahnya pada suatu ketika di bulan Ramadhan sebelum memasuki
Lebaran Idul Fitri.
Mak
Uniang tersentak. Batuk batuk. Tenggorokannya mulai terasa agak sakit.
Kepalanya semakin nyut-nyutan.
Kini
ia baru sadar. Bukan makanan dan minuman lebaran yang membuat badannya pegal dan
kepalanya berdenyut.
Sebelum
lebaran memang ia sudah memaksakan dirinya dan mengeluarkan uang banyak.
Padahal gajinya pas-pasan sehingga ia telah berhutang ke bank dan koperasi demi
menghadapi lebaran Idul Fitri.
Sementara
itu pasca lebaran, anak-anaknya juga akan membutuhkan banyak uang menghadapi tahun
pelajaran baru.
Mak Uniang menggarut kepalanya yang memang tidak gatal.
Meredakan
pusing di kepala, Mak Uniang meminum obat sakit kepala. Kemudian beranjak
menuju kamar tidur. Setelah merebahkan diri ia pun tertidur.***