Cerpen - Pasca Lebaran

Mak Uniang mulai merasakan sesuatu yang tidak nyaman usai lebaran.Tubuhnya terasa agak berat dan pegal. Kepalanya pun terasa mulai berat. Berkali-kali ia mencoba mendiagnnosis sendiri penyebabnya sesuai ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

Kelebihan makan daging atau kue lebaran?

Laki-laki paruh baya, yang dipanggil Mak Uniang oleh keponakannya itu, membantah diagnosisnya sendiri.

Rasanya ia sudah berhati-hati untuk menghadapi lebaran, mengingat kemungkinan gula darah dan kolesterolnya naik.

Mak Uniang berusaha tidak mengkonsumsi makanan berlemak. Mengurangi makan daging. Begitu pula penganan lebaran.

Lemang buatan istrinya, hanya dimakan satu atau dua potong saja.

Kue lebaran yang memenuhi meja tamu tidak disentuhnya. Hanya anak-anak atau tamu yang berkunjung ke rumah yang mencicipi penganan lebaran itu.

Memang, sudah menjadi kebiasaan orang dan itu sudah turun temurun di kampung istrinya dalam merayakan lebaran terutama idul fitri. Lebaran itu identik dengan serba baru.

Cat rumah harus diperbaharui meskipun belum patut diperbaharui. Perabot dan suasana dalam rumah juga diperbaharui. Kain pintu sampai gorden jendela yang mulai usang, kalau perlu diganti.

Penganan lebaran harus lengkap. Lemang plus tapai ketan hitam. Kue-kue besar dan kecil perlu tersedia banyak di kursi tamu.

Rasanya ketinggalan dari tetangga atau orang di kampung kalau tidak ada yang berubah di suatu keluarga saat lebaran.

Mak Uniang menghela nafas. Kepalanya kembali berdenyut.

Sebenarya Mak Uniang sudah memaklumi kebiasaan orang di kampung istrinya dalam menyambut dan merayakan lebaran. Oleh sebab itu ia mengikuti saja kebiasaan tersebut.

Sejenak pikiranya melayang ke kampungnya.  Teringat masa lalu dimana Mak Uniang dan adik-adiknya selalu ditanamkan pola hidup sederhana termasuk menghadapi lebaran.

“Lebaran tidak mesti disikapi dengan serba baru. Dalam kondisi ekonomi yang kurang memadai kita perlu sederhana dan tak boleh memaksakan diri,” 

Begitu ucapan almarhum ayahnya pada suatu ketika di bulan Ramadhan sebelum memasuki Lebaran Idul Fitri.

Mak Uniang tersentak. Batuk batuk. Tenggorokannya mulai terasa agak sakit. Kepalanya semakin nyut-nyutan.

Kini ia baru sadar. Bukan makanan dan minuman lebaran yang membuat badannya pegal dan kepalanya berdenyut.

Sebelum lebaran memang ia sudah memaksakan dirinya dan mengeluarkan uang banyak. Padahal gajinya pas-pasan sehingga ia telah berhutang ke bank dan koperasi demi menghadapi lebaran Idul Fitri.

Sementara itu pasca lebaran, anak-anaknya juga akan membutuhkan banyak uang menghadapi tahun pelajaran baru.

Mak Uniang menggarut kepalanya yang memang tidak gatal.

Meredakan pusing di kepala, Mak Uniang meminum obat sakit kepala. Kemudian beranjak menuju kamar tidur. Setelah merebahkan diri ia pun tertidur.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel