Cerita Puasa Hari ke Tiga Puluh

Cerita puasa hari ke tiga puluh – Orang-orang menunggu masuknya waktu berbuka puasa. Menunggu waktu dengan cara masing-masing. Apalagi sejak pemberlakuan pembatasan sosial. Pembatasan untuk keluar rumah, termasuk ngabuburit, yang harus mengikuti protokol kesehatan.

Ada yang menunggu waktu berbuka mempedomani hitung mundur angka pada perangkat penanda waktu digital. 

Masuknya waktu berbuka ditandai dengan angka pada penanda waktu digital itu berakhir pada angka nol nol.

Tentunya penanda waktu digital itu sudah disetel  sesuai dengan jadwal imsakyah Ramadhan. Entah dari menit dan detik keberapa pemilik penanda waktu itu menyetel angka digital jam mundur.

Aneh. Angka digital itu dikatakan bergerak mundur. Namun tidak terlihat angka itu bergerak benar-benar mundur. Yang terlihat angka itu berganti dengan angka mundur! Bergerak mundur berbeda dengan berganti mundur!

Tapi itulah karakter stopwatch digital yang digunakan sebagai penanda waktu mundur.

Ada juga orang-orang menunggu waktu, berbuka mempedomani jarum sekonde pada jam tangan, weker atau jam dinding.  

Jarum sekonde penanda waktu ini selalu berputar ke kanan atau maju. Kalau bergerak kekiri berarti bergerak mundur. Penanda jam ini unik, tidak sama dengan stopwatch!

Waktu berbuka ditandai pada saat jarum pendek dan panjang pada angka dan garis tertentu.

Anehnya lagi, orang lebih suka berpedoman kepada penanda waktu digital. Angkanya mundur namun tidak bergerak mundur.

Sedangkan penanda waktu konvensional menggunakan jarum sekonde. Yang pasti, nyata-nyata bergerak ke kanan!

Ada pula orang yang menunggu waktu berbuka puasa berpedoman pada sirine yang disiarkan radio.

Kini, di hari ke tiga puluh, tunggu menunggu waktu berbuka puasa di bulan Ramadhan itu adalah untuk yang terakhir kalinya.

Waktu berbuka terakhir. Mungkin paling mengesankan bagi sebagian orang karena yang terakhirnya di bulan Ramadhan tahun ini.

Ada yang merasa gembira karena berhasil menunaikan ibadah puasa selama sebulan penuh. Ada juga yang gembira karena esoknya sudah lebaran idul fitri yang ditunggu-tunggu sejak awal berpuasa.

Dan, tidak jarang orang merasa lega di hari ke tiga puluh ini karena tidak akan menahan lapar dan haus lagi!.

Namun tidak sedikit orang yang merasa sedih. Merasa berat hati ditinggal dan berpisah dengan bulan Ramadhan. Entah akan bertemu entah tidak, dengan bulan Ramadhan tahun berikutnya.

Yang pasti, bulan Ramadhan tahun ini ditandai dengan situasi dimana belum pernah terjadi sebelumnya. Puasa Ramadhan dilaksanakan dalam kondisi pemberlakukan pembatasan sosial.

Shalat tarwih dan witir dilaksanakan di rumah bersama keluarga. Katanya untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Sementara itu, dari sebuah siaran radio swasta terdengar kumandang takbiran dari almarhum ustadz Jefry Buchori. Berdiri bulu roma mendengar lantunan suara takbiran almarhum ustadz yang dikagumi banyak orang tersebut.
"Allahuakbar….3x. Laa illaa haillallahuwaallaahuakbar Allaahu akbar walillaahil hamd".***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel