Dibalik Jendela Kaca Gorden Putih
Juni 18, 2020
Dibalik jendela kaca gorden putih - Dua puluh empat jam dalam sehari dan semalam. Dalam rentang jumlah jam tersebut ada lima waktu shalat wajib.
Halimah dapat melihat Bukhari pergi ke masjid untuk shalat berjamaah dan pulang kembali ke rumahnya. Paling tidak, Halimah dapat melihat Bukhari lewat di depan rumahnya sebanyak sepuluh kali dalam sehari semalam.
Tetangga sekaligus teman sepermainannya waktu kecil itu, secara diam-diam diintipnya dari kamar lewat jendela kaca bergorden putih.
Bukhari pergi ke masjid dengan mengendarai motor-matic dan membonceng kakak iparnya.
Memang, diam-diam Halimah sering mengintip Bukhari lewat jendela kaca kamarnya yang bergorden putih.
Halimah sudah hafal betul kapan waktunya Bukhari lewat. Biasanya Bukhari berangkat setelah azan usai dikumandangkan dari masjid.
Kebetulan jarak masjid dengan rumahnya tidak terlalu jauh sehingga dengan jelas dapat mendengar suara azan dikumandangkan Muadzin setiap masuk waktu shalat.
Tapi...sejak beberapa hari terakhir, Bukhari tak lagi tampak lewat di depan rumahnya. Halimah jadi penasaran!
Padahal Halimah bertetangga dengan Bukhari. Jarak rumah mereka tidak sampai lima belas meter.
Namun Halimah tidak berani bertanya kenapa sejak beberapa hari ini Bukhari tidak pernah lagi lewat di depan rumahnya. Pergi shalat berjamaah ke masjid bareng kakak iparnya.
Apakah Bukhari merubah jalan lewat untuk pergi dan pulang masjid?
Tidak mungkin. Halimah membantahnya sendiri. Sepengetahuannya tidak ada jalan lain untuk bisa dilewati dengan motor selain jalan kecil persis di depan rumahnya.
Lagi pula motor yang biasa digunakan Bukhari kini dipakai oleh kakak iparnya untuk pergi shalat ke masjid.
Mungkinkah Bukhari sakit?
Kuat dugaannya demikian. Tetapi sungguh, ia tidak berani untuk menjenguknya. Begitu pula untuk bertanya pada Abi atau Uminya tentang Bukhari.
Padahal Abinya juga shalat berjamaah di masjid yang sama dengan Bukhari.
"Bukhari sakit ya, Abi?" Halimah akhirnya memberanikan diri bertanya ketika Abi hendak berangkat ke masjid.
"Duh, gimana ya? Memang beberapa hari ini ia tidak Abi lihat shalat berjamaah di masjid," sahut Abi seraya senyum-senyum kecil.
"Emanya kenapa, Limah?" sambung Abi kemudian.
Halimah tak menjawab. Merasa jengah. Selama ini ia tidak pernah bertanya tentang Bukhari.
"Ya, sekali-sekali cobalah main-main ke rumah tetangga, jangan di rumah aja. Siapa tahu Bukhari memang sakit," ujar Abi seraya senyum kecil.
"Wah asyik benar ngomongin Bukhari?" Tiba-tiba Umi nimbrung.
"Iya dong...Apa Umi mengetahui Bukhari sakit?" tanya Abi.
"Sakit? Siapa bilang Bukhari sakit?" tukas Umi.
"Lantas kenapa dia tidak nampak sejak beberapa hari ini?" tanya Abi.
"Tentu saja, Abi. Bukhari pergi ke Padang sejak tiga hari yang lalu..." ujar Umi.
Lihat juga : Nasib Dalam Cerpen Duka Dibalik Gurauan
"Oh, begitu. Nah, kamu sudah dengar Halimah?" ujar Abi menoleh pada Halimah dan segera berangkat ke masjid.***