Cerita Seorang Penghalau Burung di Sawah
Agustus 23, 2020
Cerita seorang penghalau burung di sawah - Pagi buta Etek Mima sudah siap untuk berangkat ke sawah. Segala sesuatunya sudah disiapkan. Sabut kelapa beberapa potong untuk membuat api unggun. Penganan sarapan pagi berupa goreng pisang dan ketan beras putih dengan kelapa parutan.
Etek Mima singgah di warung tempat orang menjual pisang goreng dan ketan beras putih bercampur parutan kelapa.
Kini Etek Mima sudah sampai di sawah. Terlebih dulu ia membakar sabut kelapa di pojok dangau yang masih lowong. Sekadar membuat asap untuk mengusir nyamuk. Atau menghangatkan tubuh melawan hawa pagi yang cukup dingin.
Hal serupa juga dilakukan Etek Mima manakala turun hujan dan petir. Sekadar menghindari dari bahaya sambaran petir.
Etek Mima memang harus sampai di sawah sebelum matahari terbit. Biasanya ia ditemani Edi, putra sulungnya yang sudah berusia tujuh tahun. Tapi putranya tidak bisa ikut menemaninya pagi itu.
Burung Pipit lebih cepat bangun. Jika Etek Mima telat, gerombolan burung pipit telah hinggap dan memakan padi di sawah. Sekali hinggap, beberapa burung pipit yang berombongan itu akan membuat ludes bulir padi di tangkainya.
Sebenarnya di beberapa posisi di seputaran sawah sudah dipasang orang-orangan. Benda menyerupai manusia yang terbuat dari ranting kayu dan kepalanya terbuat dari kelapa bekas dilubangi oleh tupai. Kemudian dipasangi baju bekas sehingga persis menyerupai manusia.
Namun dengan cara memasang orang-orangan di sawah, seakan tidak mempan lagi. Burung pipit seakan tidak takut lagi dengan orang-orangan tersebut. Seolah-olah burung pemakan padi itu sudah tahu dan dapat membedakan mana manusia dan mana benda tipuan menyerupai manusia.
Etek Mima sudah memahami hal itu. Oleh sebab itu ia tidak mau kalah dengan gerombolan burung pipit pemakan padi. Kini orang-orangan itu sudah dihubungkan dengan tali ke dangau.
Dengan cara itu Etek Mima bisa menghalau burung dari dangau. Tak perlu lagi bersorak. Atau melempari pemakan padi itu dengan kerikil.
Kalau ada gerombolan burung hendak hinggap di padi yang sudah mulai menguning, Etek Mima tinggal menarik ujung tali untuk menggerakkan semua orang-orangan yang dipasang di beberapa lokasi.
Burung-burung itu ternyata masih takut dengan gerakan benda yang menyerupai manusia itu.***