Tujuan dan Cara Belajar Setiap Siswa Berbeda

Tujuan dan cara belajar setiap siswa berbeda - Orang-orang sudah hafal betul, bahwa setiap siswa atau individu mempunyai cara berbeda dalam belajar. Beberapa pelajar lebih fokus pada metode ceramah di sekolah, tidak sedikit yang merasa khawatir jika harus melakukan presentasi di depan kelas, selebihnya lebih menyukai saat mereka bisa berperan aktif untuk menyuarakan pendapat mereka.

Hal yang terpenting adalah proses belajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh peran pengajar.

Jika ditanya memilih belajar dalam kelas atau melakukan pengamatan di luar, maka saya akan memilih tergantung waktu dan tempat.  

Sewaktu SMA, pada beberapa kesempatan, mata pelajaran muatan lokal sering kali melakukan pengamatan di rumah kaca sekolah, atau pada lahan kosong di belakang sekolah dan mulai menanam sawi dan ubi. 

Sama halnya dengan, pelajaran olahraga, yang memilih akhir semester untuk memenuhi pembelajaran renang.

Dipilih hari minggu, ke sebuah tempat permandian yang ditempuh dengan bus selama dua jam lebih, lalu berlatih renang beberapa saat, sebelum gerakan maju-mundur dengan bantuan pelampung dinilai. Waktu lebihnya, digunakan untuk bermain. 

Saya sama sekali  tidak mempermasalahkan dengan pelajaran di luar kelas, bahkan senang saat pelajaran bahasa Indonesia digunakan untuk membaca di bawah pohon yang rindang.

Tapi berbeda saat kegiatan belajar-mengajar yang untuk memenuhi silabus itu, siswa malah diharuskan untuk membayar uang perjalanan agar bisa berpartisipasi. 

Pertanyaannya adalah apakah pihak sekolah tidak memikirkan beban yang harus dirasakan oleh siswa?

Kenapa, misalnya pelajaran renang, dimasukkan dalam silabus meski sekolah tidak memiliki fasilitas kolam renang? 

Semua siswa mungkin bersenang-senang saat mengunjungi museum, melakukan studio tour di beberapa lokasi yang sesuai dengan mata pelajaran, tapi sungguh kesulitan akan dirasakan oleh orangtua atau keluarga siswa yang kurang bercukupan. 

Banyak hal yang harus diperhatikan saat memutuskan untuk mewajibkan sebuah kegiatan di luar sekolah.

Biaya pendidikan tidak murah, ditambah uang buku paket dan LKS untuk setiap mata pelajaran, serta uang saku, tentunya pihak sekolah harus memperhatikan agar tidak  terjadi kesenjangan antar siswa.

Selain faktor keuangan, ada perbedaan bagi siswa dalam menikmati kegiatan belajar. Ada yang memilih sekadar duduk, yang lainnya merasa bahagia saat bergerak ke sana-ke mari.

Kadang siswa merasa sistem terlalu condong ke pada satu pihak. Tapi bagaimana jika kita bisa menghilangkan perbedaan atau pun sejenis kecurigaan dengan memberi kesempatan memilih dan berkontribusi pada kehidupan mereka sejak masa sekolah?

Saat ini saya, berharap pada masa sekolah dulu, punya pilihan yang bisa menunjukkan masa depan.

Kenapa penjurusan di sekolah menengah atas hanya ada IPA dan IPS, dan beberapa sekolah yang membuka jurusan bahasa?

Apakah sekolah kejuruan bisa lebih berguna untuk siswa? Tentunya dari pengamatan, saya merasa sekolah bukanlah tempat merencakanan masa depan.

Pada sebuah cerita fiksi yang saya tulis, saya membentuk latar sekolah menengah atas dengan tiga jurusan berbeda yaitu Academic, Sport, dan Art.

Pada bidang akademi, para siswa bisa memilih mata pelajaran yang mereka ingin tekuni, entah itu matematika, bahasa, atau ekonomi, dan sekolah menyiapkan bahan yang bisa mereka gunakan. 

Lalu sekolah yang bisa menyediakan tempat untuk mereka bisa berlatih olahraga yang mereka pilih.

Juga pada bidang seni yang bisa menghasilkan karya-karya atau mendapat dasar yang mungkin bisa mereka gunakan di luar sekolah, seperti memasak atau menciptakan musik. 

Para pengajar bisa sekaligus menjadi pembimbing dan mengarahkan siswa pada bidang yang mereka sukai.

Saya berfikir bagaimana tiga penjurusan ini bisa berkontribusi pada masa depan pelajar, dan bahkan pada kemajuan Negara. 

Tapi ide ini akan terbantahkan saat argumen penolakan dari pihak, yang mengganggap siswa akan merasa terbebani akan masa depan dan tanggung jawab jika mereka diminta untuk memilih lebih awal.

Atau pendapat yang mengatakan bahwa kita tidak seharusnya menjadikan apa yang kita sukai sebagai pekerjaan dan hanya membuat kita merasa tertekan setiap harinya. 

Juga, tentang kegiatan belajar ini bisa orang-orang lakukan saat menjadi mahasiswa, yah ini kalau saja lulusan SMA bisa lulus ujian masuk Universitas dengan bebas, dan pada akhirnya menggiring mereka untuk memilih kampus yang hanya bisa menerima mereka.

Dan hanya dengan iming-iming menggaji pengangguran, mereka dengan senang hati melepas pekerjaan mereka dan menggunakan ijazah sebagai alat.

Selain itu, tidak semua pelajar bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Setidaknya pembentukan minat semasa sekolah akan sangat membantu.

Selain itu, menunjukkan pada siswa bagaimana kehidupan akan terus berjalan dengan berbagai rintangan yang akan muncul.

Sekolah yang memiliki bidang penjurusan yang sesuai diharapkan menjadi bekal masa depan dan mengurangi pengangguran. 

Jika memang sulit bagi sekolah memfokuskan diri pada tiga bidang ini—akademik, olahraga, dan seni—setidaknya kegiatan ekstrakulikuler yang bisa menyalurkan minat siswa bisa dilaksanakan dengan baik. 

Kecuali, jika pihak sekolah atau pemerintah memang telah memberi keleluasan pada tempat bimbingan untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan para pelajar.*** (Penulis : Jelsyah D. alumni Fakultas Bahasa dan Sastra UNM Makasar.) 


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel