Aura Seorang Winiarsih
Aura seorang winiarsih - Ting tong...! Nada chat WhatsApp berbunyi disertai tanda getar yang kuat pada ponsel Muliadi. Spontan ia meminggirkan motornya. Kemudian merongoh kantong celana. Mengeluarkan smartphone dan memeriksa chat masuk.
"Niarsih...!" Muliadi bergumam. Ada notifikasi paling atas dengan nama Winiarsih. Tiba-tiba jantungnya berdegub kencang. Dengan tangan agak gemetar Muliadi bersiap membuka chat. Namun mendadak ia batalkan membaca isi chat Niarsih.
Aneh bin ajaib, tak biasanya Niarsih mengirim pesan chat kepadanya. Sudah lama sekali Niarsih tidak mengirim pesan chat. Pada deretan chat, nama Winiarsih sudah jauh pada bagian terbawah.
Rupanya status Niarsih sudah offline sejak beberapa detik yang lalu. Ada apa gerangan? Apa yang bisa ia bantu untuk Niarsih? Muliadi makin penasaran.
Muliadi pun memutuskan untuk membuka pesan chat Niarsih.
"Mas Adi, apa mas bisa bantu aku entar di sekolah?"
"Tentu saja bisa banget, Niarsih. Tapi, mas bisa bantu apa?" ketik Muliadi dan mengirimnya.
Beberapa menit Muliadi menunggu reaksi Niarsih. Berharap Niarsih online lagi. Namun rekan kerjanya itu tak ada tanda-tanda akan online.
Niarsih adalah sosok yang dikaguminya selama ini. Pada diri Niarsih ditemukannya aura unik memesona dan sangat susah dilupakannya. Namun Muliadi menyadari kalau itu hanya boleh sebatas mengaguminya. Tak boleh lebih dari itu.
Muliadi juga tahu kalau guru rekan kerjanya itu adalah istri dari seorang suami yang baik. Juga ibu dari beberapa orang putra-putrinya. Tak beda dengan dirinya sendiri. Ia seorang ayah dari beberapa orang putra-putrinya. Suami dari seorang istri yang telah memberinya putra dan putri.
Mulyadi merasakan selama ini kalau Niarsih menjaga jarak dengannya. Namun kadang-kadang sikap Niarsih membuat ia cemburu. Dengan dirinya menjaga jarak namun berhadapan dengan rekan kerja lain ia bersikap biasa-biasa saja. Bahkan bergurau dan bercanda ria.
Namun semakin ia cemburu semakin terpancar aura penuh pesona dari diri Niarsih. Niarsih juga manusia biasa. Memiliki kekurangan disana-sini. Kadang-kadang kekurangannya itulah pemicu pancaran aura dari seorang Niarsih di hati Muliadi....
"Mas Adi bisa bantu instalkan aplikasi zoom di laptopku ini, kan?" ujar Niarsih menyambut kedatangan Muliadi di kantor guru.
Muliadi mengangguk. Kini ia jadi paham maksud isi chat yang dibacanya tadi.
"Itu gampang, Niarsih..." ujar Mulyadi seraya melangkah ke meja Niarsih yang sudah terpasang laptop.
"Boleh saya duduk?" tanya Muliadi berbasa-basi.
"Oh, silahkan mas Adi..." ujar Niarsih.
Muliadi mulai mengerjakan tugasnya. Instal-menginstal aplikasi pada komputer atau laptop sudah tidak asing lagi baginya. Niarsih pengin tahu juga bagaimana menginstal aplikasi zoom di laptop sehingga ia meraih kursi lain dan duduk di samping Muliadi.
Dengan cermat Niarsih mengamati proses instaling aplikasi di layar laptopnya. Sementara Muliadi yang terlihat tenang, sesungguhnya tidak nyaman duduk berdekatan dengan Niarsih. Jantungnya berdebar kencang. Khawatir rekan guru lain akan datang kemudian dan berprasangka yang bukan-bukan.
"Nah, sekarang aplikasi zoom sudah terpasang di laptopmu dan tinggal menggunakannya, Niarsih." ujar Mulyadi tanpa menoleh. Namun dari sudut mata Muliadi dapat melihat ekspresi senang Niarsih. Lagi-lagi ekspresi ini menebarkan aura memesona.
"Terima kasih, mas..." ujar Niarsih kemudian.
"Iya, Niarsih. Tapi mas juga berterima kasih padamu." timpal Muliadi.
"Oh ya? Kok begitu? Bukankah mas yang telah menolong aku?"
"Niarsih telah mempercayai mas untuk menginstal aplikasi zoom ini di laptopmu...hehe..."
"Ah, mas bisa aja..." balas Niarsih tersipu. Muliadi sempat melirik sekilas wajah Niarsih yang tersipu. Aura seorang Niarsih kembali menebar bagai parfum wangi. Meresap menembus jantung dan hati Muliadi.***