Cintanya Cinta
Gadis berambut pendek hingga tengkuk itu menyibak kain tirai jendela. Kemudian menguak membuka salah satu daun jendela kaca. Udara dingin menyeruak memasuki kamarnya. Gadis itupun bergidik kedinginan.
Suasana pagi diluar terlihat masih berkabut oleh sisa hujan yang turun semalaman. Membawa suasana hati jadi kurang mood.
Cinta, gadis berkulit sawo agak hangus itu kembali duduk di sisi tempat tidurnya. Menoleh sekilas ke cermin hias di pojok kamar. Namun entah apa yang mendorongnya untuk duduk lurus menghadap ke cermin seraya memandang wajahnya yang nampak kelelahann...
"Goreng pisang...goreng pisang...!!!"
Terdengar suara anak menjajakan goreng pisang. Cinta tertegun sejenak, lalu bangkit melongokkan kepala.
"Dek, kakak mau goreng pisang...," seru Cinta memanggil dari dalam kamar.
Bagi Cinta, anak penjaja goreng pisang itu tidak asing lagi. Setiap pagi anak itu selalu lewat di jalan kecil depan rumahnya itu sambil berteriak penganan goreng pisang jajaannya.
"Kakak beli empat biji, dek..."
"Iya, kak...." sahut Doni, anak penjual goreng pisang, seraya membungkusnya dengan daun pisang empat biji.
"Tidak ada...kembaliannya, kak..." kata Doni ragu-ragu menerima uang dari tangan Cinta.
"Ambil saja buat Adek...,"
"Oh, terima kasih, kak...." sahut Doni nampak girang.
Cinta mengangguk.
"Hm, bang Randi masih di rumah?" tanya Cinta kemudian.
"Tadi, kakakku masih di rumah. Mungkin sekarang sudah pergi ke ladang, kak...".
"Oh, ya...?"
Kemudian Doni pamit. Kembali meneriakkan goreng pisangnya.
"Goreng pisang, goreng pisang..."
Cinta tersenyum kecil.
Ia masih berdiri di teras rumah melihat Doni yang makin lama makin menghilang dari pandangannya.
Ingat Doni tentulah ingat kakaknya, Randi. Bayangan Randi kembali bersarang dalam pikirannya.
Randi adalah sosok cowok tangguh dalam menjalani kesulitan hidup yang semakin keras semenjak ditinggal ayahnya. Ia harus terjun bekerja apa saja untuk membantu ibunya demi memenuhi biaya hidup sehari-hari.
Selain itu cowok yang sudah lama dikenalnya itu juga bertanggung jawab terhadap orangtua dan adik-adiknya. Ia membantu orangtua di hari libur mencari uang.
Sebagai anak tertua, beban keluarga sebagian berada di punggungnya sejak kepergian ayahnya. Pulang sekolah, ia bekerja di pasar.
Dengan cara itu Randi bisa membantu kebutuhan sekolah dua orang adiknya. Dan si bungsu, Doni juga ikut turun tangan menjajakan goreng pisang setiap pagi.
Mendadak Cinta jadi murung manakala teringat kedua orang tuanya melarang untuk bergaul dengan Randi. Bahkan papanya mencap Randi sebagai anak yang tak punya masa depan.
"Pelototkan mata kamu itu Cinta... Kalau kamu bergaul dengan Randi, apa kamu tidak bisa mencari teman bergaul yang lebih punya masa depan?"
Kata-kata itu terngiang kembali di telinga Cinta. Hatinya terasa nyeri mengingat penghinaan orangtuanya terhadap Randi.
Sejak itu Cinta dilarang bergaul dengan Randi. Pertemuan mereka terpaksa secara sembunyi-sembunyi. Bahkan mereka pada jam tertentu bolos belajar dari sekolah karena tempat sekolah mereka berbeda.
Apa boleh buat cintanya Cinta terpaksa berjalan sembunyi-sembunyi.***