Cerpen | Acha...
Cerpen|Acha... - Sebuah butiran bening jatuh kemudian meleleh di pipi laki-laki paruh baya itu. Perlahan ia menyusutnya dengan tangan kanannya. Entah kenapa. Tiba-tiba rasa haru bersarang di hatinya manakala mengamati foto bocah kecil perempuan itu.
Pikiran pak Sulaiman, laki-laki paruh baya itu, melayang ke waktu-waktu sebelumnya.
Dulu, ketika mendiang ayah bocah kecil manis itu masih hidup. Pak Sulaiman sering bertemu dengan bocah itu di tempat acara keramaian.
Ayah dan aminya bocah kecil, Acha, serta neneknya ikut serta. Acha digendong oleh neneknya.
Tiba-tiba pak Sulaiman tersenyum manakala mengingat ketika Acha dalam gendongan nenek, dengan lucunya menyodorkan pipinya untuk dicium.
Terakhir pak Sulaiman ketemu Acha, di tempat pesta. Tapi Acha, saat digendong ami jadi takut bersalaman dengan pak Sulaiman.
Waktu itu pak Sulaiman bernyanyi duet dengan buk De Wirda Nengsih. Mungkin Acha tidak ingat lagi.
Acha bukan cucu kandung, pak Sulaiman sudah menganggap Acha sebagai cucunya sendiri. Itu bukan tanpa alasan.
Ayah dan aminya Acha, keduanya bekas murid pak Sulaiman sewaktu di es-em-pe.
"Maafkan Atuk Muda, ya Acha. Atuk tak bisa datang dalam acara menyeratus hari mendiang ayahmu," ujar pak Sulaiman mendesis seraya menyentuh pipi Acha di foto yang terpampang di layar hp androidnya.
"Hanya kalimat alfatihah dan doa untuk mendiang ayahmu yang bisa Atuk Muda kirim dari jauh. Ayahmu orang yang sangat baik dan mudah bergaul, Acha.
Semoga Acha kelak menjadi orang pintar dan soleha, biar arwah ayahmu bahagia di alam sana ," sambung pak Sulaiman membatin.***
Catatan : Cerpen ini didedikasikan untuk mengenang almarhum Rici Putra Minda dalam acara Menyeratus Hari, Kamis (29/4/2021).