Cerpen | Bidadari Tribun

Cerpen |Bidadari tribun - Hujan deras mengguyur bumi sejak tadi. Lapangan sepak bola digenangi air. Pemain sepak bola dua tim tetap bertanding. Mirip bermain bola di tengah sawah.

Di pinggir lapangan, hujan deras tak menyurutkan semangat penonton untuk menyaksikan pertandingan sepak bola yang sedang berlangsung. 

Ada yang berlindung di bawah spanduk-spanduk sponsor yang dibentangkan menjadi terpal pelindung. Ada pula yang menggunakan payung dan mantel hujan.

Di tenda tribun panitia, terlihat penonton berjubel numpang berteduh. Atap tenda dari terpal kain tak sanggup lagi menahan air hujan. Meskipun berlindung namun masih terciprat air hujan. 

Diantara penonton yang berteduh di tenda tribun panitia ada beberapa suporter wanita. Ibu-ibu dan gadis yang sengaja datang untuk mendukung tim kesayangannya bertanding di tengah hujan deras.

"Boleh saya foto, nak?" Seorang pria paruh baya meminta izin untuk mengambil foto gadis yang tengah serius menonton. Panitia menyebutnya sebagai bidadari tribun melalui pengeras suara.

"Silahkan, pak..." sahut bidadari tribun itu mengangguk.

Klik..klik! 

Sang pria juru foto menyalami sang gadis."Terima kasih, ya?" ujarnya kemudian.

Gadis itu mengangguk.

"Kalau boleh tahu siapa namanya?" tanya pria juru foto kemudian.

"Mira,"

"Saya dari sebuah media website dan meliput jalannya pertandingan seru di tengah hujan ini," ujar pria juru foto.

"Wah, berarti saya masuk internet ya, pak?" 

"Insyaallah. Tunggu beritanya nanti malam, ya nak?"

"Oke pak" sahut Mira mengancungkan jempolnya gembira.

Usai membuat dan mempublikasikan informasi pertandingan sepak bola tadi sore, Jasman menerima pesan messenger dari seseorang.

"Terima kasih ya pak, sudah memuat foto saya sebagai ilustrasi gambar di berita website bapak..." tulis Mira di pesan messenger.

"Sama-sama, nak Mira..."

"Oh iya, pak. Kebetulan mama saya mengenal bapak katanya. Mama pernah berteman baik semasa kuliah dulu,"

"Oh, betul begitu?"

"Siapa namamu, nak?

"Elita..."

Derrr! Darah Jasman berdesir.

"Jadi nak Mira putrinya mama Elita?" ulang Jasman seakan tak percaya.

"Oke... Sampaikan salam bapak sama mama dan papamu ya?"

"Iya, pak..."

Pantas.... Jasman mendesis pelan. Ketika melihat wajah Mira di tenda tribun, Jasman seakan melihat seseorang di balik wajah Mira, sang bidadari tribun.

Jasman menghela nafas. Elita hanyalah masa lalu yang indah sekaligus menyakitkan!***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel