Guru Eksentrik Vs Alya and The Gang
Guru eksentrik vs alya and the gang - Penghuni kantin mendadak riuh ketika Afni muncul di depan pintu dengan bibir manyun. Buk Ina, pengelola kantin sekolah pun jadi ikut-ikutan ketawa menyambut kedatangan siswi bertubuh tambun itu.
Alya melangkah masuk dengan wajah ditekuk. Kemudian mengambil tempat duduk di samping Afni.
"Bagaimana hasilnya, Alya?" tanya Afni, anggota Alya and the Gang penasaran.
"Protesmu diterima pak Sukedi?" Barni ikut bertanya.
"Kamu dimarahi?" tanya Mita ikut nimbrung.
Alya melempar kertas ujiannya di atas meja di depan teman-temannya.
"Kamu diapain pak guru eksentrik itu?" bisik Afni. Meskipun verbisik tapi masih terdengar oleh Gang Alya.
"Gua dikerjain pak Sukedi, tau!" sungut Alya.
"Ya, amplop...! Dikerjain gimana?" seru Afni membelalakkan mata.
"Wah, gawat nih pak guru," sela Mita.
"Beliau bilang, gua cantik...." cetus Alya dengan ekspresi datar.
Geeerrr!
Kembali suasana kantin jadi riuh oleh gelak tawa.
"Lantas, beliau bilang apa lagi?" desak Afni lagi.
"Bersyukurlah dapat nilai 60. Kalau dapat 50 gimana?" Alya menirukan gaya pak Sukedi. Tentu saja tiruan itu terlihat lebih lucu.
"Kamu minta tambah nilai pada pak Sukedi, tidak Sis?" tanya Barni.
"Iya, mulut gua kebablasan, hehe..."
"Pantas..." Afni mendesis.
Tiba-tiba penghuni kantin mendadak hening.
Ternyata pak Sukedi sudah berdiri di pintu kantin.
Pak guru eksentrik itu hanya senyum-senyum kecil. Ia sudah mendengar isi percakapan Alya Geng.
"Silahkan masuk pak guru..." Buk Ina yang sudah mengetahui kehadiran pak Sukedi dari tadi mempersilahkan masuk.
"Iya, buk Ina. Terima kasih..." sahut pak Sukedi sembari melangkah ke arah meja Alya and the Gang.
"Boleh tidak duduk dekat kalian?" pak Sukedi berbasa-basi.
"Oh, boleh dan silahkan, pak..." sahut Mita.
Pak Sukedi duduk di samping Alya.
"Op...Ops! Jangan terlalu dekat, pak...!" seru Afni memprotes.
"Oh, sorry..." balas pak Sukedi menggeser duduk agak menjauh beberapa senti meter dari Afni.
Alya memilih berdiam diri dan tak berkomentar. Namun tak seorang pun temannya yang tahu kalau dalam pikirannya berkecamuk. Dalam hati Alya sedang bergelora rasa yang tidak diketahui maknanya.
"Nah, sudah boleh bapak duduk disini?" Pak Sukedi bertanya.
"Itu mah terlalu jauh, pak..." seru Barni senyum-senyum geli.
"Lho? Kalian ini gimana?" tukas pak Sukedi pura-pura protes.
"Oke deh, terserah bapaklah. Mau terlalu dekat atau jauh dari Alya," cetus Mita akhirnya.
Pak Sukedi melirik Alya yang dari tadi lebih banyak diam.
"Hai... Alya tersinggung oleh bapak tadi di kantor, ya?" tegur pak Sukidi melirik Alya.
Alya balas melirik pak Sukedi. Kemudian menggeleng lemah.
"Hm, enggak kok pak." Akhirnya Alya bersuara juga.
Tiba-tiba semua bertepuk tangan. Namun Pak Sukedi kebingungan.
"Ada apa sih dengan kalian?"
"Begini, pak..." Mita angkat bicara. "Sista kami ini, kalau sudah ngambek susah diajak bicara..."
Pak Sukedi manggut-manggut.
"Lantas?"
"Lantas, bapak bisa memaksanya untuk buka mulut...hahaha" ujar Mita tertawa diikuti yang lainnya.***