Nekad Karena Aku Cemburu
Nekad karena aku cemburu - Laki-laki itu menghentikan langkahnya. Diam di tempat. Tidak menoleh kekiri atau ke kanan. Juga tidak hendak menoleh ke belakang.
Faredy, laki-laki itu tidak bergerak sedikitpun. Namun telinga dan batinnya mencoba mengamati keadaan di belakangnya.
Meskipun di tengah kegelapan malam, firasatnya mengatakan bahwa langkahnya telah diikuti diam-diam oleh sesuatu makhluk.
Tadi ia seakan merasakan ada bayangan berkelabat di arah belakangnya saat melangkah di jalan setapak di tengah kebun kelapa yang luas itu.
Bayangan itu hilang ketika ia mencoba menoleh ke belakang. Hanya kegelapan yang terlihat.
Kini Faredy yakin. Ia sedang dibuntuti oleh makhluk dari jenis manusia. Bukan hewan atau hantu sekalipun.
Kini ia merasakan ada sesuatu yang bergerak di balik batang kelapa yang berada sekitar dua meter di belakangnya.
Faredy tahu persis kondisi di bawah pohon kelapa itu. Tadi sore ia melihat dua pelepah daun kelapa tua tergelatak jatuh ditiup angin kencang. Siapa yang menyentuh atau menginjak daun kelapa tua itu akan menimbulkan bunyi gemerisik.
"Siapa di belakang saya?" tanya Faredy dengan suara pelan namun terdengar berat.
Tak ada reaksi sehingga mengharuskan Faredy bertanya tanpa menoleh ke belakang.
"Kenapa mesti membuntuti saya, he!?"
Meskipun nada suara Faredy meninggi namun tetap belum ada jawaban.
Faredy kini membalik tubuh. Kesabarannya mulai habis.
Hup!!!
Satu kali lompatan, tubuh Faredy sudah sampai di dekat pohon kelapa. Kemudian menghambur menangkap sesuatu bayangan hitam. Kemudian terjatuh ke tanah bersama tubuh tangkapannya.
Ternyata memang benar, dalam dekapannya pada kondisi rebah di tanah, Faredy memang telah menyekap manusia.
Kini justru Faredy menggigil ketakutan. Ketakutan luar biasa!
Ia bukan membekap tubuh laki-laki. Faredy merasakan dengan jelas telah membekap tubuh seorang perempuan. Tubuh padat berisi.
Dan, lebih takut lagi, ia mengetahui tubuh itu milik Aira!
Dengan cepat Faredy melepaskan diri dari tubuh perempuan itu kemudian berdiri.
Perempuan itu pun sudah berdiri. Faredy menarik tangan perempuan itu ke jalan setapak.
"Apa yang kamu lakukan, Aira?" tanya Faredy dengan suara gemetaran kemudian.
Aira tetap bungkam.
Tadi ia dibakar rasa cemburu. Namun kini ia menangis. Berusaha untuk menahan suara tangisnya.
"Apa kamu sudah bisu, Aira? Jawab!"
Faredy justru mendengar suara isak. Aira tak dapat lagi menahan suara isakannya.
"Lho? Kamu menangis?"
"Abang mau ke rumah Juminta, janda kembang itu, kan?" Aira membuka suara sambil terisak-isak.
"Iya. Tapi kenapa kamu lakukan ini, Aira? Membuntuti abang di tengah malam ini? Untung Aira bertemu dengan abang. Kalau ketemu dengan laki-laki lain di tengah kebun ini, bagaimana?"
"Abang tidak punya perasaan!" Aira bersungut-sungut.
"Lho? Maksudnya apa, Aira? Abang tidak mengerti,"
"Sayang sekali, abang tak pernah memahami perasaan, Aira...."
"Aira sudah bersuami!" pintas Faredy.
"Aira tahu itu."
"Itu dosa, tau!"
"Aira hanya minta sedikit tempat di bagian hati abang..."
"Aira..."
"Itu sebabnya Aira cemburu ketika abang mengincar Juminta, janda kembang itu..."
"Ya, sudah. Kamu pulang ya, tidak baik kalau ada orang lewat dan memergoki kita berduaan di tempat ini," ujar Faredy akhirnya.
"Baik, tapi abang tidak akan ke rumah janda itu, kan?"
"Tidak. Abang janji. Silahkan kamu duluan kembali, abang menyusul kemudian..."
Faredy menghela nafas lega setelah membujuk Aira kembali pulang.
"Aira, kenapa kamu senekad ini hanya karena cemburu dan itu sangat tidak beralasan. Abang juga merasakan apa yang kamu rasakan disetiap kita berjumpa. Tapi abang tidak mungkin mengungkapkannya karena kamu milik orang lain," Faredy membatin.***