Antara Kemiskinan, Pendidikan dan Pandemi

Antara kemiskinan, pendidikan dan pandemi - Pandemi COVID-19 yang sampai saat ini masih enggan untuk beranjak dari Indonesia memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan angka kemiskinan di Indonesia. Tidak hanya itu, tingginya angka kemiskinan juga memberikan dampak terhadap bidang pendidikan.

Saat pandemi proses belajar mengajar dilakukan secara daring yang membutuhkan data seluler untuk bisa mengikuti pembelajaran. Sedangkan pembayaran SPP juga tetap berjalan.

Lantas bagaimana nasib dan kondisi orangtua selaku penanggung jawab dari siswa? 

Tidak sedikit orangtua siswa atau wali murid  yang bingung untuk mencari biaya karena banyak para pekerja yang di PHK dari tempat kerjanya akibat dampak adanya Pandemi COVID-19 yang mengharuskan semua orang agar tidak keluar dari rumah untuk memutus penyebaran COVID-19.

Hal ini menyebabkan banyak kebijakan yang diupayakan oleh pihak pemerintah dalam menanggulangi peningkatan angka kemiskinan, akan tetapi kenapa hal ini tidak menekan sama sekali angka kemiskinan?

Satu hal yang menjadi jawabannya, karena pada umumnya bantuan tersebut diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak mamahami bagaimana cara mengelola bantuan yang diberikan oleh pemerintah. 

Dalam segi pendidikan pun pemerintah tidak henti-hentinya mengeluarkan kebijakan dalam menanggulangi polemik pandemi saat ini seperti, Kebijakan Pemerintah pada tanggal 24 maret 2020 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran COVID.

Dalam Surat Edaran tersebut dijelaskan bahwa proses belajar dilaksanakan di rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa.

Permasalahan yang terjadi pada pembelajaran daring tidak bisa terlepas dari kurangnya interaksi siswa dengan guru dan sesama siswa lainnya secara tatap muka, dan tentu saja kondisi lingkungan belajar di rumah pada masa pandemi.

Interaksi secara virtual nyatanya tidak membuat nyaman suasana belajar dan pembelajaran. Siswa perlu didampingi langsung, bukan hanya sekadar berbalas pesan atau bertegur sapa secara virtual.

Guru pun perlu melihat dan mengamati apa saja yang dilakukan siswa secara langsung agar transfer informasi, pengetahuan, dan karakter dapat tersampaikan dengan maksimal.

Di sisi lain, guru tidak bisa memantau apakah siswa sendiri yang mengerjakan tugas karena kenyataan di lapangan banyak orangtua yang lebih dominan dalam pembelajaran.

Padahal, sebelum era pandemi pun dunia pendidikan di Indonesia dipenuhi dengan permasalahan yang muncul. Kesenjangan kualitas pendidikan adalah salah satu topik masalah yang sering muncul dan dibahas.

Artinya tanpa pandemi pun, kondisi pendidikan di Indonesia belum bisa dikatakan baik-baik saja. Apalagi ditambah dengan adanya pandemi, permasalahan baru terus bermunculan.

Dampak yang dirasakan murid pada proses pembelajaran di rumah yaitu murid belum ada budaya belajar jarak jauh karena selama ini sistem belajar dilaksanakan adalah melalui tatap muka.  Murid terbiasa berada di sekolah untuk berinteraksi dengan teman-temannya, bermain dan bercanda gurau dengan teman-temannya serta bertatap muka dengan para gurunya. Dengan adanya metode pembelajaran jarah jauh membuat para murid perlu waktu untuk beradaptasi dan mereka menghadapi perubahan baru yang secara tidak langsung akan mempengaruhi daya serap belajar mereka.

Selain permasalahan yang disebutkan di atas, muncul permasalahan lain seperti banyaknya siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran karena tidak dapat mengikuti model pembelajaran daring yang membutuhkan media elektronik dan tambahan biaya untuk membeli jaringan internet.

Adapula para siswa di pelosok negeri yang terpaksa putus sekolah karena memang kondisi wilayah di tempatnya tinggal tidak mendukung terciptanya pembelajaran daring.

Dengan adanya pandemi ini, sudah tampak jelas tingginya jurang kesenjangan pendidikan di Indonesia. Bukan tentang kesenjangan kualitas saja, namun tampak pula kesenjangan sarana prasarana, ekonomi bahkan infrastruktur di masyarakat.

Menurut Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi dan Manusia (Fema), IPB University, Dr. Tin Herawati, pandemi Covid-19 telah mempengaruhi sistem lingkungan terbesar (makrosistem) yang tentunya sangat berdampak pada lingkungan terkecil (mikrosistem).

Berpengaruh kepada sektor pendidikan, ekonomi, kesehatan dan lainnya sehingga mempengaruhi kehidupan seluruh anggota keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian UNICEF, pemberlakuan Pembatasan Sosisal Berskala Besar (PSBB) berdampak besar pada penghasilan pekerja sektor informal.g

Padahal, pekerja ini juga memiliki keluarga. Turunnya penghasilan keluarga memberi pengaruh langsung pada kesejahteraan anak.

Ada tiga krisis yang terjadi pada kondisi tersebut;

1. Krisis kemiskinan anak

2. Krisis gizi

3. Krisis pendidikan

Kehilangan penghasilan orangtua atau kehilangan pendapatan rumah tangga yang terjadi secara tiba-tiba menimbulkan ketidakstabilan situasi ekonomi keluarga dan dapat berujung pada kemiskinan.

Suasana pandemi Covid-19 ini telah mengembalikan kesadaran akan pentingnya pendidikan keluarga yang selama ini jarang dilakukan atau bahkan diabaikan oleh sebagian keluarga.

Guru dapat memanfaatkan beragam media untuk pembelajaran daring, yaitu media sosial seperti WhatsApp (WA), telegram, instagram, aplikasi zoom ataupun media lainnya sebagai media pembelajaran.

Akan tetapi, pembelajaran daring ini penting untuk dicermati kembali untuk dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi setempat karena adanya keberagaman ketersediaan fasilitas dan kemampuan orangtua dalam memberikan fasilitas pendidikan online.*** (Kiriman : Maulana Mahrus, Jurusan Tadris Matematika, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang No Tlp: 085895157757)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel