Puncak Bonus Demografi Ditangan Pelajar
Puncak bonus demografi di tangan pelajar - Waktu terus menunjukkan keganasannya dalam membabat apapun yang ada, apalagi di bidang Pendidikan. Sekarang pada tahun 2021 kita semakin dekat dengan puncak dimana disebut dengan bonus demografi. Sekarang pun sudah memasuki era tersebut.
Bonus demografi ya…. Dimana penduduk usia produktif lebih banyak daripada penduduk yang usia tidak produktif.
Penduduk usia produktif itu penduduk yang masuk rentang usia antara 16 tahun hingga usia 65 tahun. Pelaku penduduk usia produktif disini tak lain adalah siswa jenjang SMA sederajat dan juga mahasiswa.
Produktif disini tak berlaku hanya untuk satu lingkup misalnya produktif dalam pendidikan saja tetapi menyeluruh.
Pada tanggal 20 November 2021 Kemendikbud memplubikasi surat mengenai penyampaian Salinan keputusan Bersama mentri. Dalam surat tersebut dipaparkan mengenai panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di masa Pubertasandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Banyak inisiatif yang diberikan seperti rumah belajar, pembelajaran jarak jauh, belajar dari rumah di TVRI, belajar di radio RRI, kerja sama dengan penyedia platfrom pembelajaran daring dan lain-lain.
Pembelajaran sekarang membutuhkan teknologi yangmana teknologi perkembangannya sangat cepat. Hanya Sebagian besar penduduk Indonesia yang sudah terbiasa dengan menggunakan teknologi.
Lalu bagaimana dengan penduduk yang hingga saat ini belum mengenal teknologi. Kegagapan dalam teknologi nampaknya juga menjadi kendala.
Pelajar sebagai manusia yang menempati usia produktif memiliki pengaruh yang besar. Mungkin sekarang sudah terasa mungkin juga tidak akan situasi yang akan mereka hadapi di masa yang akan datang.
Yang perlu kita ketahui saat ini dengan jumlah yang besar dari usia tersebut 9 sampai 15 tahun kedepan akan berperan sebagai apa mereka.
Berbagai lembaga telah menyediakan platfrom belajar dengan mengutamakan kemudahan fasilitas semua pelajar, apalagi yang masih terkendala dengan teknologi.
Salah satu contohnya adalah rumah belajar. Rumah belajar dibentuk dikembangkan guna memenuhi kebutuhan pelajar.
Orangtua yang dulu hanya sebagai guru jasad kita, sekarang mau tidak mau berprofesi ganda. Orangtua harus bisa menjadi seorang guru seperti layaknya guru yang berada di sekolah dan juga menjadi guru jasad dari anaknya.
Penerapan program yang lama dengan sedikit perubahan nampaknya tak begitu banyak merubah sikap maupun intelektual walaupun masih ada.
Pendidikan tak lepas dari hal perekonomian. Dalam Buku “Roadmap Diversifikasi Pangan 2020-2024” yang dikeluarkan oleh Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian menyatakan, “Penyediaan pangan (beras) untuk 269 juta penduduk Indonesia yang terus bertambah hingga diperkirakan mencapai 318,96 juta pada tahun 2045 tidak mudah, karena memerlukan lahan dan air yang cukup”.
Nampaknya perekonomian di negara kita juga mengalami pelemahan dalam hal ketahanan pangan.
Untuk sekarang berbagai bantuan yang diberikan oleh kemendikbud, kampus, sekolah dan yang lain, masih bisa meringankan beban yang ditanggung oleh orangtua pelajar.
Akankah bertahan lama, selaras dengan perkataan pak Dr. Arie Setiabudi Soesilo, M.Sc hanya dapat berlangsung 8 tahun lagi.
Bonus demograsi yang Indonesia akan dapatkan menurut sebagian orang terjadi pada tahun 2030, padahal “Terkadang banyak orang yang salah kaprah tentang bonus demografi. Katanya Indonesia baru mendapat bonus demografi pada tahun 2030.
Nampaknya perkataan tersebut kurang dapat dikatakan benar karena sebenarnya kita ini sudah mendapat bonus demografi dengan porsi usia produktif lebih besar dari usia anak-anak dan lansia. Baru tahun 2035 itu puncaknya” papar Turro.
Mengutip dari Badan Pusat Statistik Persentase Penduduk Usia 7-24 Tahun Menurut Jenis Kelamin, Kelompok Umur Sekolah, dan Partisipasi Sekolah 1, mulai 2002 sampai 2020 menyatakan pada tahun 2020 presentase untuk yang tidak masuk sekolah lagi usia 7-12 (0,21%), 13-15 (3,95%), 16-18 (26,80%), 17-24 (73,75%), kalkulasi usia 7-24 (28,37%).
Ketahanan pangan yang terus menurun serta bonus demografi yang semakin dekat dirasa begitu memprihatinkan dengan presentasi pelajar dengan kategori tidak masuk sekolahnlagi di Indonesia yang semakin naik hingga puncak pada usia 17-24 hampir 75%.
Bonus demografi bisa menjadi puncak kemenangan Indonesia dan juga sebaliknya. Bisa jadi puncak kekalahan Indonesia. Kebijakan yang telah apakah bisa menjamin kemenangan indonesai atas bonus demografi tersebut.
Mulailah timbul berbagai pertanyaan mengenai nasib pelajar yang sekarang menempati usia produktif di masa mendatang.
Sebagai salah satu pelajar yang termasuk dalam usia tersebut saya menghawatirkan nasib saudara se-tanah air akan nasib mereka yang sekarang pun masih merasakan ketidakadilan pendidikan untuk mereka.
Pemerintah, orangtua, guru, siswa dan masyarakat umumnya harus bersama-sama tanpa memandang latar belakang agar terwujudnya kemenangan pada puncak bonus demografi yang akan kita alami bersama.***
Biodata penulis:
Nama : Mohammad Fadhil Muttaqin
Tempat, Tanggal Lahir: Madiun, 05 April 2002
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Agama : Islam
Pendidikan: Mahasiswa Jurusan Tadris Matematika UIN Malang
Alamat : Jalan Tawangsari No.6, Kecamatan Kartoharjo, Kelurahan Tawangrejo, Kota Madiun, Jawa Timur
Telepon : 081707444213