Bulan Sabit Jelang Pagi
Bulan sabit jelang pagi - Raisa mengusap butiran bening di pipi dengan punggung tangan kanannya. Pesan yang dibuat pak Rendra melalui messenger facebook itu telah membuatnya larut dan terharu. Tanpa disadari butiran bening telah menetes di pipinya.
"Buk Raisa, aku melihat bulan sabit jelang pagi ini. Pasti bulan sabit itu akan hilang manakala terbitnya matahari pagi. Padahal aku berharap bulan itu tetap nampak dengan cahaya lebih terang,"
Raisa segera menghentikan pekerjaannya memeriksa dan menilai buku tugas murid-muridnya. Ia ingin sesegera mungkin untuk membalas pesan pak guru rekan kerjanya itu.
Tapi jemarinya tak sengaja menyentuh foto profil pak Rendra sehingga muncul di layar android foto profil dengan ukuran lebih besar.
Raisa tersenyum. Entah kenapa ia merasa senang dan bahagia memandangi foto pria yang usianya terpaut jauh dari dirinya.
Padahal ia tak sanggup untuk menatap mata pria itu secara langsung ketika berjumpa di tempat tugas.
Pak Rendra orangnya memang banyak bacot tapi mengasikkan. Banyak bicara tapi tidak membosankan. Cara dan gaya bicara pak Rendra terasa unik dan tiada duanya. Kadang-kadang agak centil dan sering membuatnya malu.
Pak Rendra juga kadang-kadang bikin Raisa cemburu. Pria rekan kerjanya itu mudah bergaul. Suka humor apalagi jika sudah berjumpa dengan rekan kerja wanita.
Raisa yakin, pak Rendra bersikap seperti itu untuk menutupi rahasia hubungan di antara mereka berdua. Seolah-olah ia tetap dekat dengan semua orang di kantor guru.
Ia pun bersikap biasa-biasa saja. Tanpa memperlihatkan sesuatu yang akan membuka kedoknya di depan rekan kerjanya.
Kembali Raisa tersenyum memandangi foto profil pak Rendra. Raisa tersenyum karena pak Rendra diam saja dari tadi.
Tentu saja, yang dipandangi Raisa itu foto profil bukan orangnya secara langsung.
"Jika memang bulan sabit itu akan menghilang dari pandangan pak Rendra, yakinlah bulan itu tidak akan kemana-mana. Sang bulan sabit akan muncul kembali esok. Bahkan menjanjikan cahaya yang lebih terang," gumam Raisa membaca kembali ketikan pesan yang sudah dibuatnya.
Tiba-tiba muncul keraguan di hati Raisa untuk mengetuk tombol kirim. Antara rasa takut dan malu berbaur jadi satu.
Namun batinnya tak tega karena pak Rendra telah mengirim untaian kalimat sederhana namun penuh makna untuk dirinya.
Raisa cepat-cepat menonaktifkan gadgetnya setelah jemarinya menekan tombol kirim dan pesannya sudah terkirim.
Jantungnya berdebar tak menentu. Rasa malu dan takut kembali menyerang hatinya.***