Dismatch Output Pendidikan Indonesia
Dismatch output pendidikan indonesia - Pendidikan adalah hak setiap individu. Pendidikan penting untuk mengembangkan keterampilan fisik dan intelektual. Pembukaan UUD 1945 adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kemudian SDA Indonesia merupakan suatu keuntungan sekaligus tantangan. Karenanya, pendidikan sangat penting bagi setiap warga Indonsia sebagai wujud menjaga eksistensi SDA dan membawa pada kesejahteraan.
Namun, kebijakan pendidikan belum mampu mencapai target. Banyak kabar terkait tindak kekerasan, penjarahan, penyalahgunaan n*rk*ti*a, bahkan korupsi.
Mulai dari tindakan yang dilakukan oleh masyarakat dalam keluarga, pelajar sekolah, hingga pejabat dalam pemerintah.
Keadaan tersebut menjadi bukti bahwa hasil pendidikan Indonesia belum memenuhi harapan, banyak orang cerdas namun tidak mengimbanginya dengan karakter yang baik.
Seharusnya pendidikan mampu membawa pada arah baik, contoh kecilnya adalah sikap saling menghargai.
Pendidikan belum sepenuhnya berhasil dikarenakan banyak faktor. Termasuk kemajuan teknologi yang tidak dapat dihindari.
Batas antar individu bahkan negara seperti samar, kita bisa dengan mudah mencari informasi melalui penguasaan teknologi yang kita punya dan membuka peluang pasar bebas sebagai bentuk upaya mengembangkan sektor ekonomi.
Maka dari itu, untuk menghindari hal yang merugikan, kita harus mengasah kemampuan dengan perkembangan teknologi yang terjadi.
Selain memudahkan dalam mencari informasi, juga untuk menjaga privasi dan memanfaatkan peluang yang ada.
Namun, masih sedikit masyarakat Indonesia yang siap untuk mewujudkan kuadran pendidikan masyarakat yang unggul.
Permasalahan yang terjadi adalah rendahnya minat literasi di Indonesia.
Penelitian mengenai minat baca orang Indonesia, PISA pada 2015 menunjukkan Indonesia ranking 62 dari 72 negara dan CCSU pada 2016 ranking 60 dari 61 negara. Minat baca Indonesia tertinggal dari lebih 80% negara dunia.
Membaca merupakan jendela dunia. Melalui membaca cermat, selain menambah wawasan, seseorang akan terhindar dari kesalahpahaman dan terdorong untuk berpikir kritis sebagai bentuk menjadi orang yang berilmu.
Jika tidak, hal itu akan menimbulkan masalah lain seperti turunnya moral dan terdominasinya Indonesia oleh negara lain di pasar global.
Rendahnya minat literasi, juga berdampak terhadap kurang memahami bagaimana sejarah bangsanya sendiri dan warisan budaya leluhur mereka.
Gaya hidup hingga budaya asing akan mudah masuk dan mempengaruhi Indonesia.
Terlebih jika terdapat teknologi siap pakai, mereka yang kurang dalam literasi cenderung hanya menjadi pengguna dari teknologi yang berkembang, lebih tepatnya tidak memiliki dorongan untuk berpikir bagaimana teknologi itu diciptakan dan apa yang dapat dikembangkan dari teknologi tersebut.
Dismatch output pendidikan yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam masyarakat Indonesia sendiri maupun dari luar seiring globalisasi, mestinya dapat ditanggulangi dengan berbagai cara.
Contohnya saat ini adalah program POP Kemendikbud dalam meningkatkan kualitas tenaga kependidikan.
Dari pendidikan melalui sekolah, selain ilmu umum, siswa juga dibekali ilmu agama, pendidikan moral dan pancasila, terdapat juga madrasah maupun pondok pesantren yang turut membantu dalam hal tersebut.
Penting bagi siswa untuk memiliki pondasi pemahaman agama dan moral untuk mendukung penguasaan ilmu agar bermanfaat.
Bukan sekedar teori belaka, diharapkan juga jika pendidikan turut mendorong siswanya melakukan pengabdian secara nyata kepada masyarakat.
Karena pada dasarnya, setelah lulus, mereka akan menjalani bagaimana hidup berbaur dengan berbagai sifat masyarakat yang berbeda.
Dari yang pernah saya jalani, beberapa lembaga pendidikan berupaya meningkatkan moral, minat literasi, dan pengabdian masyarakat.
Seperti, program literasi 15 menit sebelum jam pelajaran dimulai dan mereview yang dilaksanakan berselingan dengan membaca kitab suci dan buku umum setiap harinya.
Siswa juga melakukan sholat dhuha sebelum literasi dimulai. Lalu, pengabdian masyarakat dilakukan melalui penugasan yang mengharuskan siswa berinteraksi dengan masyarakat, misalnya membuat video atau laporan kegiatan yang diadakan di daerah mereka berkaitan dengan materi pelajaran.
Keberhasilan pendidikan akan membawa Indonesia menjadi bangsa bertanggung jawab atas SDA serta memanfaatkan teknologi dengan baik sebagai penunjang kesejahteraan.
Juga harus diperhatikan adalah setiap kebijakan pendidikan hendaknya disesuaikan dengan keadaan siswa pada masing-masing daerah. Karena keadaan geografis daerah juga mempengaruhi optimalnya kebijakan dijalankan.***
Biodata penulis :
Betty Agustina Amanu, mahasiswi Jurusan Tadris Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Telp. 085853456926