Vaksin Cinta
Vaksinasi cinta - Sebuah motor matic berhenti di area parkir Puskesmas Rajawali. Wanita yang mengenakan baju merah jambu dan rok hitam turun dari boncengan motor. Kemudian melangkah pelan memasuki lokasi vaksinasi Covid-19 di koridor Puskesmas. Gadis usia remaja yang mengendara motor matic itu hanya menunggu di depan pagar pembatas.
Tersirat rona keraguan di wajah Maria, wanita berbaju pink itu saat melewati deretan kursi tunggu yang sudah diduduki oleh pengunjung yang antri divaksin.
Untung di ujung deretan kursi antrian, berdekatan dengan meja petugas screening masih tersedia tempat kosong. Maria menduduki kursi antri paling ujung. Matanya memperhatikan orang-orang di sekitarnya yang asik dengan gadgetnya masing.
Maria menghela nafas lega. Ia bisa istirahat sejenak sambil mencari informasi prosedur vaksinasi.
Tadi Maria merasakan seseorang telah mengamati gerak-geriknya. Benar saja! Jufri, pria paruh baya yang berdiri karena tidak kebagian kursi tempat duduk selalu memperhatikan gerak gerik Maria.
Sebaliknya Jufri juga menyadari kalau dirinya dicurigai oleh Maria diam-diam telah mengamatinya.
Bahkan tadi mereka saling bertemu pandang meskipun dari jarak yang tidak dekat.
Maria kembali menoleh ke arah tempat pria paruh baya tadi berdiri. Tapi ia melihat pria itu sedang ngobrol dengan anaknya yang menunggu di dekat pagar pembatas......
"Kakaknya kok nggak ditemani, nak?" Jufri menyapa ramah. Gadis remaja yang disapa itu menoleh seraya tersenyum.
"Itu mama saya, pak..." sahut gadis remaja itu sembari menunjuk ke arah Maria.
"Oh, dikirain itu kakaknya, hehe..." Jufri tersenyum malu.
Jufri melangkah dan menemui mama sang gadis remaja itu.
"Mau divaksin juga, buk?"
"Iya, pak. Bapak sudah siap divaksin?"
"Sudah...sekarang nunggu hasil pemeriksaan. Oh, maaf, saya panggil siapa, buk?,"
"Panggil saja, Maria..."
"Oh, ya. Kalau saya, panggil saja, Jufri. Buk Maria guru juga? Dimana tugasnya? Maaf, saya banyak tanya, kayak wartawan saja, hehe..."
"Oh, santai saja, pak. Enggak apa-apa,"
Maria memegang kacamata yang memang tidak mesti di pegang.
"Saya guru PAUD di Talang Kuning. Pak Jufri, guru juga?
"Iya, dekat kok dari sini, SMP..."
Ngobrolnya jadi mengalir lancar. Mungkin karena ketemu guru sama guru. Sesekali Jufri mencuri pandang melirik wajah ayu Maria. Dan, ternyata Maria juga melakukan hal yang sama.
Jufri tak menyangka kalau Maria yang terkesan pendiam itu ternyata asik diajak ngobrol.
Itulah awal perjumpaan Jufri dan Maria. Vaksinasi Covid-19 di Puskesmas itu berujung vaksinasi cinta dimana efeknya masih terasa hingga kini......
Jufri tiba-tiba tersenyum sendiri mengingat pertemuan pertamanya dengan Maria di Puskesmas Talang Kuning itu.
Tanpa diduga murid-muridnya, yang sedang mengerjakan tugas, ternyata sempat melihat gelagat Jufri senyum-senyum sendiri setelah dari tadi melamun.
"Ahay...bapak senyum-senyum sendiri? Ada apa? Hm, pasti jatuh cinta lagi ya, pak...? Hore....!" Murni yang duduk di bangku paling depan menggoda.
"Ah, eh...enggak kok, Murni" balas Jufri berusaha menutupi keadaan dari muridnya.
"Ngaku aja deh, pak..." goda Murni makin sengit.
"Ssstt!" Jufri memberi isyarat dengan melekatkan telunjuk pada bibirnya untuk tidak ngomong terlalu keras.
Justru seisi kelas jadi riuh. Siswa bersorak dan tepuk tangan siswa.
"Selamat ya, pak...." Gilang, sang ketua kelas maju ke depan dan menyalami gurunya yang sudah divaksin cinta.
Jufri tak dapat berbuat apa-apa kecuali menyambut uluran tangan siswanya sembari tersenyum malu.***