Merajut Impian Masa Lalu (Bagian Keempat)

Ringkasan cerita bagian ketiga : Fredy merasa tidak nyaman bertamu ke rumah orangtua Armitha. Itu sebabnya ia buru-buru pulang. Fredy merasa kehadirannya hanya sebagai pelengkap tamu di rumah Armitha sore itu.

Ilustrasi gambar (pexels.com)

Kalau belum baca simak Cerbung Merajut Impian Masa Lalu Bagian Ketiga

Bagaimana kelanjutan cerita ini? Simak kisah yang berikut ini!

***

"Freddy...!" 

Sebuah suara terdengar memanggil namanya ketika ia keluar dari pekarangan. Suara motornya nemang halus sehingga suara panggilan dan orang yang memanggilnya jelas terdengar oleh Freddy. 

Pak Sujadi menyusul Fredy yang telah menepikan motornya di bawah pohon kelapa. Tempat dimana ia juga berhenti ketika datang.

Fredy membuka rayben pelindung matanya. Lalu turun dan memasang standar motornya.

"Iya, paman..."

"Kenapa kamu buru-buru pulang?"

"Wah, nggak enak hati saja paman..." ujar Fredy berterus terang.

Pak Sujadi manggut-manggut. Ia sudah maklum dengan perkataan Fredy barusan. Lalu ia berkata, "Jazid orangnya memang begitu. Angkuh dan sombong. Mungkin ia kurang senang dengan kehadiranmu, "

"Sepertinya ia suka pada Armitha, paman..." cetus Fredy.

"Benar, Fredy. Sejak keponakan saya Armita pulang dari rantau, Fredy sering datang berkunjung. Padahal ia sudah tahu Armitha masih bersuami...."

Kemudian pak Sujadi bercerita, tingkah Jazid itu sebenarnya sudah membuat malu dirinya. Orang di kampung itu mengetahui Armitha bukanlah seorang janda. 

Kepulangan Armitha ke kampung halamannya karena ada sesuatu keperluan mendesak. Itu sebabnya Armitha tidak mengikutkan suami dan anak-anaknya.

"Tapi... tingkah Jazid yang bertamu hampir saban hari kesini, benar-benar membuat paman malu..." timpal pak Sujadi dengan nada sedih.

"Paman tidak menegurnya?"

"Sudah paman tegur, dengan cara halus. Tapi ia tidak mau peduli. Mau ditegur terang-terangan, paman merasa berat karena ia orang berpendidikan dan lebih tahu sopan santun."

Fredy tercenung.

"Barangkali Armitha juga suka sama Jazid, paman?"

Pak Sujadi tersenyum kecut.

"Itu tidak mungkin, Fredy. Armitha, keponakan saya itu sudah bersuami. Dan, orang di kampung ini pun semua tahu kalau Jazid sudah beristri." tepis pak Sujadi 

Fredy kembali terdiam. Dalam hati ia merasa, ucapan pak Sujadi seakan-akan juga tertuju pada dirinya. Sedang menyentil dirinya yang masih akrab dengan Armitha meski itu hanya di dunia maya.

"Lho? Kok kamu melamun, Fredy?" tegur pak Sujadi. "Istrimu kenapa tidak diajak datang kesini?"

Fredy tertunduk.

"Istri saya..., sudah meninggal, pak..."

"Innalilahi wa innailairaji'un! Kapan?"

"Hampir tiga tahun lalu, paman."

"Berapa orang anakmu dan dimana mereka sekarang?"

"Sudah 5 orang, paman. Mereka sekarang di kampung almarhumah ibunya...."

"Dan kamu, pulang ke kampungmu, begitu?"

"Benar, paman "

"Tidak berniat menikah lagi, atau bahkan sudah ada calon pengganti almarhumah? Oh, maafkan paman yang banyak tanya, hehe..."

"Tidak apa-apa, paman. Dulu, sekitar dua puluhan tahun lalu, ketika saya masih berteman dekat dengan Armitha dan sering berkunjung kesini, bukankah kepada paman juga saya banyak bercerita?" ujar Fredy mengingat masa lalu.

"Iya, iya...paman masih ingat," sahut pak Sujadi manggut-manggut. "Tapi sayang sekali, kalian tidak berjodoh..." sambung pak Sujadi dengan nada menyesal.

"Hm, maaf paman. Saya pamit pulang, sudah jelang senja, apalagi kampung saya jauh."

"Iya, tidak apa-apa. Hati-hati di jalan dan selamat sampai di rumah "

"Terima kasih, paman..."

Fredy sudah menghilang dari pandangan pak Sujadi di sebuah tikungan jalan desa itu.

Lama pak Sujadi terpaku di tempatnya. Namun ia menggeleng-geleng lemah, merasa kasihan dengan Fredy.*** (Bersambung...)

Selanjutnya simak Merajut Impian Masa Lalu Bagian Kelima

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel