Aktualisasi Pendidikan di Era Pandemi

Aktualisasi Pendidikan di Era Pandemi - Sebagaimana Pandemi Covid-19 yang merebak ke seluruh dunia sejak Januari 2020 silam, termasuk Indonesia. Sepanjang 1 tahun lebih pandemi Covid-19, banyak hal yang terjadi di berbagai penjuru belahan dunia. Mulai dari situasi wabah hingga status terkini soal vaksinisasi dan PPKM darurat.

Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Corona VIrus Disease 2019 Di Wilayah Jawa Dan Bali.

Situasi saat ini sangat berdampak pada berbagai macam aspek kehidupan, baik dari sektor industri, perekonomian dan tidak terkecuali pada sektor pendidikan.

Pandemi Covid-19 telah 'memaksa' mengubah wajah pendidikan kita dari pendidikan yang semula normal menjadi serba online. Hal ini bisa kita lihat dari proses pembelajaran yang tidak lagi mengutamakan tatap muka (luring), melainkan pembelajaran jarak jauh (daring).

Pembelajaran yang berbasis pada teknologi yang dilaksanakan dengan sistem daring dan memanfaatkan akses internet.

Namun pada kenyataannya, pembelajaran daring tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena banyak dihadapkan oleh berbagai persoalan. 

Seperti keterbatasan siswa dan orangtua dalam menggunakan dan mengakses media pembelajaran daring baik berupa laptop maupun smartphone, lemahnya jaringan telekomunikasi (signal), pembekakan biaya kuota, ditambah lagi keluhan-keluhan orang dalam mendampingi dan mengawasi putra-putrinya dalam pembelajaran daring. Karena tidak semua orangtua siswa memiliki waktu luang dan latar belakang pendidikan yang tinggi.

Berbagai macam cara atau metode yang perlu dikreasikan untuk meningkatkan keterampilan pembelajaran jarak jauh, besar harapan secepatnya harus segera ditingkatkan dan direalisasikan.

Misalnya dengan mengadakan program pelatihan tenaga pendidik dalam penggunaan dan pemanfaatan platform digitilisasi.

Untuk kelancaran dalam pembelajaran jarak jauh, misalnya melalui (dialog interaktif antara guru dan anak), menimbulkan tingkat pemahanan anak atas materi yang baik dosen atau guru diharuskan untuk selalu kreatif dan inovatif dalam memberikan pembelajaran secara daring. Sehingga anak-anak tidak jenuh dalam menerima pembelajaran tersebut, bagaimana tingkat pemahaman anak atas materi-materi yang telah disampaikan secara daring, dosen atau guru juga tidak cukup hanya memiliki keterampilan teknologi dasar (seperti menggunakan komputer dan tersambung ke internet), tetapi juga pengetahuan untuk menggunakan perangkat rekaman dan perangkat lunaknya, serta metode untuk menyampaikan pelajaran tanpa interaksi tatap muka (gambar atau video visual yang unik juga menarik).

Keterampilan tersebut sangat diperlukan untuk menunjang keberlangsungan dalam menggunakan platform digitital.

Selain itu, pada proses pembelajaran  selama masa pandemi covid-19 ini seharusnya tetap dapat mengakomodasi kebutuhan belajar siswa untuk mengembangkan minat dan bakat sesuai dengan jenjang pendidikannya.

Hal ini bisa terwujud jika ada kerjasama dari berbagai pihak, antara guru dan peserta didik. Perlunya pemahaman kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya terhadap pendidikan anak inilah yang perlu digencarkan kepada setiap orangtua atau wali murid. Sehingga tugas pertama yang harus diselesaikan negara ialah menanamkan kesadaran kepada setiap orangtua akan pentingnya proses pendampingan anak dalam proses belajar. Terutama di daerah pelosok desa dan di pelosok negeri, tentang pentingnya memberikan pendidikan bagi setiap anak di rumah.

Nadiem Makarim (2021), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, mengungkapkan perlu adanya empati antara guru dengan orangtua dan orang tua dengan guru.

Empati baru yang dimaksudkan adalah terjalin saling pengertian bahwa guru menyadari akan pentingnya peran orang tua berkontribusi menyukseskan pendidikan anak.

Selain itu, orangtua menjadi sadar betapa sesungguhnya tugas guru dalam mendidik anak-anak mereka tidaklah mudah!

Disini peran pemerintah sangatlah dibutuhkan dalam memberikan kualitas pendidikan kepada anak bangsa, karena pendidikan adalah kunci dari keberhasilan sumber daya manusia suatu Negara. Di tangan generasi muda ke depannya kita bisa menjadi maju. (Kemenkeu, 2020)

Semestinya, pemerintah disini harus mengambil peran untuk mengupayakan keberlangsungan proses belajar, sebagaimana dapat meringankan beban masyarakat ekonomi ke bawah dengan memberikan handphone ataupun laptop kepada anak-anak yang orangtuanya kurang mampu, memberikan kuota kepada anak-anak sekolah dan memberikan dana lebih untuk kebutuhan pokok sehari-hari atas keluarga yang kurang mampu akibat dirumahkan, pemutusan hubungan kerja, pelaku UMKM yang mengalami keterpurukan dan saat ini pun nelayan bersedih karena harga ikan menurun, sementara tangkapan ikan pun menurun.

Dalam memberikan dana tersebut, Pemerintah haruslah selektif. Agar dana-dana tersebut dapat tepat sasaran dan efektif sampai kepada yang memang benar-benar memerlukan.

Tentu sejumlah rekayasa sosial dalam menerapkan Pembelajaran Jarak Jauh di tengah pandemi Covid-19 telah ditempuh. Namun dalam praktiknya kita membutuhkan banyak kreativitas dalam mengembangkan daya pikir anak.

Sebagai contoh, sistem pendidikan kita masih menggunakan metode belajar hafalan, yang di mana menurut Najwa Shihab “ Ilmu jangan hanya obyek hafalan, ilmu untuk memahami dan menuntaskan persoalan".

Dengan   demikian   kita harus mampu  menyelenggarakan proses belajar yang bersifat partisipatif. Pembelajaran ini menitik beratkan pada keaktifan individu dalam mencari atau berinisiatif  belajar mandiri dan aktif dalam proses belajar.

Penekanan pembelajaran bukan hanya mengajarkan sesuatu kepada peserta didik kemudian menyuruhnya mengerjakan soal agar memiliki jawaban baku yang dianggap benar oleh tutor. Akan tetapi proses pembelajarannya harus menumbuhkan daya kreasi, daya nalar, rasa keingintahuan dan eksperimen untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan yang baru serta membentuk sikap dan kepribadian peserta didik

Perlunya kita menyadari bahwa anak-anak pada generasi sekarang (Gen Z), yang dimana mereka sudah sangat siap dalam merespons perkembangan zaman melalui teknologi, sehingga wajar generasi saat ini disebut sebagai generasi gadget atau generasi menunduk.

Banyak hal-hal lain yang anak-anak saat ini dapatkan melalui teknologi sehingga kecakapannya dalam keilmuan non-akademik lebih mumpuni daripada keilmuan akademik.

Hal itu menandakan bahwa konsep pembalajaran yang berangkat dari rasa ingin tahu dapat mendorong minat/bakat seorang anak, sehingga hal tersebut dapat terciptanya ruang aktualisasi dan kreativitas bagi anak.

Penulis, saat ini sangat berharap Pandemi Covid 19 bisa segera berakhir, sehingga sekolah bisa dimulai lagi. Dan seluruh peserta didik bisa melakukan pembelajaran secara wajar yaitu secara tatap muka.

Tenaga pendidik mempunyai peran dan fungsi yang strategis untuk menentukan tujuan pendidikan serta menentukan nasib masa depan bangsa terhadap generasi muda khususnya. Sebagaimana menurut Tan Malaka “ Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasan”.

Atas dasar itulah upaya peningkatan mutu pendidikan selalu bertitik tolak pada peningkatan guru sebagai tenaga pendidik yang profesional dan handal. Guru sebagai Ulul Albab memiliki keseimbangan implikasi terhadap profesionalitas keguruan, pendalaman ilmu pengetahuan, peningkatan model belajar menyenangkan para peserta didik.

Perlunya penyelarasan pada sistem pendidikan kita, tenaga pendidik ataupun orangtua mendorong penuh  anak-anak untuk mendukung minat dan bakat yang masing-masing mereka miliki, tanpa harus memberikan penekanan pada metode pembelajaran secara seragam atau sama. Sebab setiap anak mempunyai kecerdasannya masing-masing sesuai dengan yang mereka sukai atau sesuai bidangnya, agar kedepan kemampuan yang dimiliki generasi saat ini seimbang dengan perkembangan dan kebutuhan industri.

Dengan begitu para anak-anak di seluruh Indonesia dapat membangun rencana-rencana pengelolaan diri yang lebih nyata dan mendapatkan relasi sosial yang lebih erat satu sama lain. Karena ikatan antara peserta didik dengan pendidik tidak bisa digantikan dengan teknologi pembelajaran pada kelas virtual.*** (*Penulis : Badri Tamami, Pengurus Komisariat PMII UIA & Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Agama Islam UIA

Mahasiswa Fakultas Agama Islam Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam As-Syafi’iyah.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel