Gadis Muda Belia Anak Tetangga Baru

Gadis muda belia anak tetangga baru - Supriadi kembali merasa diperhatikan oleh seseorang. Namun lelaki paruh baya itu tak bergeming. Ia terus menjemur kain cuciannya di jemuran lantai dua dapurnya.

Supriadi sudah tahu siapa orang yang tengah memperhatikannya. Anak tetangga baru! Seorang gadis yang masih muda belia, berumur 14 tahun.

Tetangga baru yang menempati rumah sewaan itu sekitar dua minggu yang lalu.

Minggu lalu ketika Supriadi menjemur cucian, gadis muda belia itu juga memperhatikannya.

Kini, seperti seminggu lalu, gadis muda belia anak tetangga baru duduk kembali di teras rumah. Sembari setengah menengadah, memandang heran pada Supriadi yang sedang menjemur pakaian di jemuran lantai dua dapur rumah.

Tiba-tiba Supriadi menoleh mendadak. Gadis muda belia itu gelagapan. Cepat mengalihkan pandangan ke arah lain. Ia merasa tertangkap basah. Ketahuan mencuri pandang ke arah pria sepantaran ayahnya.

Gadis muda belia anak tetangga barunya bernama Intan. Itu sudah diketahui Supriadi dari orangtuanya, Sugiman, saat baru pindah dan datang memperkenalkan diri.

Tanpa disadari Intan. Supriadi sudah berada di tepi teras rumah. 

"Hai, nona manis lagi ngapain?" sapa Supriadi tiba-tiba. Sapaan itu membuat Intan menoleh kaget.

"Eh, bapak... Kebetulan lagi duduk-duduk saja, kok, pak..." balas Intan.

"Oh..."

"Hm, ibuk dan anak bapak ada di rumah. Tapi kenapa bapak yang mencuci dan menjemur pakaian?" tanya Intan tanpa diduga.

Supriadi terdiam. 

Meskipun masih muda belia usianya. Ternyata Intan anak yang kritis dan peka terhadap kondisi lingkungan. 

Intan sudah tahu kalau istri dan anak Supriadi ada di dalam rumah di hari Minggu jelang tengah hari itu.

Supriadi menggarut kepalanya yang memang tidak gatal. Sekadar menghilangkan kegugupan atas pertanyaan gadis muda belia itu.

"Mereka lagi sibuk Daring meskipun hari ini libur," Supriadi berdalih.

"Oh, begitu..."

"Tapi, boleh saya bantu bapak untuk pekerjaan itu?"

"Hm, bagaimana ya?" Supriadi makin ragu untuk menjawab pertanyaan Intan.

"Jangan khawatir, pak. Saya sudah biasa mencuci, menjemur serta menyetrika pakaian." sela Intan kemudian.

Supriadi tersenyum.

"Bukan itu masalahnya, nak Intan. Tapi kurang bagus dilihat tetangga, lagi pula pasti tidak dibolehkan istri dan anaknya saya," ujar Supriadi kemudian.

Intan terdiam. Ia tidak paham maksud ujaran pak Supriadi. Dan, Supriadi pun sudah yakin tidak mungkin menceritakan apa yang terjadi dalam keluarganya kepada gadis muda belia itu.

"Hm, ayah dan ibumu masih ke ladang hari Minggu ini?" tanya Supriadi mengalihkan persoalan.

"Iya, pak. Kini saya di rumah bersama adik saya, Mulia."

"Kenapa kalian tidak ikut?"

"Tidak dibolehkan ayah dan ibu saya. Suntuk di rumah saja, pak." cetus Intan seraya menekurkan wajah sedihnya ke lantai.

Supriadi merasa kasihan. Ingin ia membawa gadis muda belia itu ke rumahnya meskipun hanya sekadar untuk main-main.

Tapi disisi lain ia khawatir. Istri dan anaknya pasti tidak akan merasa senang. Apalagi kondisi hubungan sosial dalam keluarganya tidak dalam keadaan baik.***