Ingin Kurobek Sepimu

Ingin kurobek sepimu - "Selamat pagi, buk Mira..." sapa Syahdan lembut tatkala berpapasan di koridor kantor majelis guru.

"Pagi juga, pak Syahdan..." sahut Mira mengangguk ramah.

"Hm..., tumben buk Mira datang pagi-pagi sekali..."

"Pak Syahdan juga, bukan?" balas Mira seraya meletakkan tas di meja. 

Pak Syahdan tersenyum geli. Ia merasa konyol. Padahal ia sendiri juga datang lebih awal sebelum murid-muridnya datang.

"Kebetulan saya memanggil orangtua murid dan menjanjikan sebelum siswa mulai belajar." kilah Syahdan.

"Oh..." 

Hanya itu keluar dari bibir Mira. Bibir bagus yang dipoles tipis dengan lipstik warna merah.

Syahdan memperhatikan itu dengan diam-diam. Pipi Mira yang bulat berisi disapu bedak seadanya. Alis mata yang hitam bak semut beriring.

Sebaliknya Mira pura-pura menekur. Memperhatikan layar androidnya. Ia tahu kalau Syahdan tengah memperhatikan dirinya 

Tiba-tiba Syahdan menekur seraya menghela nafas.

Ruang kantor guru terasa semakin sepi. Sementara diluar sana mulai terlihat murid berdatangan.

Cuaca pagi terasa dingin. Namun lebih dingin hatinya yang sudah lama dibelenggu sepi karena merasa hidup sendiri.

Ia memang tidak pernah menyesali nasibnya. Tapi ia sungguh tak mengerti. Kenapa semua orang-orang yang terdekat dalam hidupnya. Menghindar dan tak mempedulikan dirinya ketika ia sudah mulai memasuki usia paruh baya.

"Terlalu besarkah kesalahanku pada istri dan anak-anakku?" Syahdan membatin.

"Hai...! Pak Syahdan melamun dan bersedih?" tegur Mira tiba-tiba sudah berdiri di depan Syahdan.

Syahdan gelagapan. Lalu mendongakkan wajah kearah Mira. Mencoba tersenyum menyembunyikan perasaannya.

"Ah, enggak kok. Saya tidak melamun dan bersedih." kilah Syahdan berpura-pura.

Mira tersebyum kecut. Ia tahu kalau Syahdan berdusta. Dan, Mira pun sudah tahu semuanya tentang Syahdan.

"Pak Syahdan, itu orangtua murid yang bapak panggil sudah datang dan menunggu di meja tamu luar," ujar Mira kemudian mengalihkan perhatian.

"Oh, iya..." Syahdan bangkit dan bergegas keluar kantor guru untuk menemui tamunya.

Sementara Mira nampak tertegun. Lalu ia geleng-geleng kepala sendiri. "Pak Syahdan, malang nian nasibmu dikala hendak menua..." kata Mira dalam hati sambil kembali ke kursinya.

Tiba-tiba Mira tersentak ketika teringat tentang dirinya sendiri.

"Astagfirullah! Aku lupa kalau nasibku juga tak beda jauh dengan pak Syahdan..." Mirna membatin lagi.

Bukankah diirinya juga sedang mengalami kesepian semenjak ditinggal pergi oleh suaminya? 

"Pak Syahdan, aku ingin merobek sepimu bersama sepiku. Tapi..., itu tak mungkin, usia kita terlalu jauh beda..."*** (Kiriman : Widya Manohara, Medan Sumatera Utara)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel