Itu Tidak Mungkin
Liza membelalakkan mata. Bola matanya membulat sembari menatap wajah Supriadi. Terkejut bukan main mendengar ungkapan hati Supriadi barusan.
"Itu tidak mungkin, mas Supri...!" tukas Liza.
"Jika Allah berkehendak, tidak ada yang tidak mungkin, Liza..." balas Supriadi bersikukuh.
"Tapi aku tidak mau!" cetus Liza.
Supriadi terdiam.
Namun ia mencoba untuk tersenyum. Senyum kecut.
"Liza, kalau kamu bilang tidak mau, itu baru jelas duduk persoalannya. Aku tidak dapat memaksakan kehendak. Cinta itu tak mungkin dapat dipaksakan." balas Supriadi mengalah. Berusaha untuk bersikap tenang di hadapan Liza.
"Sekarang antarkan aku pulang, mas Supri..."
"Baiklah. Tapi aku ingin mendengar apa alasan penolakanmu terhadapku," pinta Supriadi.
"Aku tidak mungkin menerima cinta mas Supri..." jawab Liza pelan.
"Karena aku, jauh lebih tua darimu, begitu?"
Liza mengangguk pelan. "Maafkan aku, mas Supri,"
"Iya, tidak apa-apa,"
"Sebaiknya mas cari wanita yang tak jauh beda usianya dengan mas Supri..." timpal Liza.
Supriadi menganguk-angguk.
"Baiklah. Aku terima saranmu. Yuk, kita pulang." ujar Supriadi bangkit....
Supriadi tersenyum sendiri. Merasa geli mengingat kejadian tempo hari.
Betapa nekad dan konyol dirinya. Telah menyampaikan isi hatinya kepada wanita yang usianya jauh lebih muda darinya.
Selama ini Supriadi telah salah mengira. Kebaikan dan keramahan Liza bukan berarti tanda suka.
Namun Supriadi merasa lega. Apa yang telah diungkapkannya pada Liza kemaren itu, setidaknya telah membuat hatinya terasa nyaman saat ini.***