Merengkuh Bahagia Bersamamu

Yeni menaruh kopi seduhannya di atas meja kerja suaminya di rumah. Kemudian merapikan segala sesuatu yang ada di atas meja kecil itu. Laptop yang masih menyala, ponsel yang tergeletak dan lainnya yang berada di atas meja.

Yeni menduduki kursi sambil menunggu suaminya selesai mandi.

Meja itu selalu digunakan sang suami untuk mencurahkan ide menulisnya jika sudah berada di rumah.

Selain menjadi guru, uda Hasan suaminya juga seorang blogger. Bekerja sampingan mengelola situs pribadi untuk menambah masukan ekonomi keluarga.

Yeni memahami dan mengerti kalau Uda Hasan mengandalkan pendapatan dari google untuk menambah belanja harian keluarga.

Pendapatan sebagai pegawai negeri tidak seberapa. Tidak mencukupi untuk kebutuhan harian. Sebab gaji Uda Hasan harus dibagi dengan istrinya terdahulu serta dua putranya.

Yeni sudah menerima apa adanya Uda Hasan. Sejak awal berkenalan ia sudah maklum dengan keadaan Uda Hasan. Itu sebabnya Yeni tidak keberatan dan mau menerima Uda Hasan apa adanya.

Yeni menyadari, Uda Hasan memang terpaut jarak umur belasan tahun. Namun setelah setahun membina rumah tangga, ia seakan tidak merasakan perbedaan itu. 

Uda Hasan tahu apa yang harus dilakukannya sebagai seorang suami.

Selama setahun itu Yeni tak pernah mendapat perlakuan buruk. Bahkan Uda Hasan seorang pria yang pandai menghibur dan menyenangkan hati seorang istri.

Ia memang berharap dari awal, apa yang dikhawatirkan orangtuanya tidak menjadi kenyataan.

“Sudah kamu pikirkan baik-baik hal itu, Yeni...?” 

Begitu pertanyaan papanya ketika pertama kali menyampaikan dirinya berkenalan dengan Uda Hasan.

“Sudah, pa...” jawab Yeni sembari mengangguk pasti.

“Tapi kamu masih muda, Nak... Apa kamu tidak sanggup mencari calon pendamping yang sepantaran denganmu...?” ujar pak Solihin.

Yeni diam. Hanya menunggu apa yang akan dikatakan papa selanjutnya.

“Mengapa harus duda yang jauh lebih tua umurnya dari kamu, Nak...?” lanjut pak Solihin prihatin.

“Apa kamu tidak malu punya suami yang sudah tua dan duda lagi, Nak...?” Bu Solihin menyela ikut prihatin.

Yeni menghela nafas ringan. Lalu meyakinkan kedua orangtuanya.

“Pa..., Ma..., Insyaalah, Yeni akan baik-baik saja. Yeni yakin Uda Hasan akan memperlakukan Yeni dengan baik. Begitu pula sebaliknya, Yeni akan berusaha memahami Uda Hasan...,”

Pak Solihin menggeleng-gelengkan kepala perlahan seraya memandang istrinya. Namun buk Solihin nampak menyerahkan keputusan pada putri dan suaminya.

“Baiklah kalau begitu, besok suruh datang Hasan itu ke rumah ini. Papa dan mama ingin kejelasan langsung dari Hasan...” ujar pak Solihin.

Pak Solihin dan istrinya memaklumi putri semata wayangnya yang sudah cukup matang untuk memilih dan menentukan pendamping hidupnya.

Seminggu kemudian pernikahan itu dilangsungkan. Pesta pernikahan tidak diadakan kecuali sekadar memanggil tetangga dan berdoa bersama dengan seorang guru mengaji.

Usai pernikahan tanpa pesta itu, Yeni diboyong suaminya pindah rumah. Mereka menempati rumah kontrakan sederhana. Dan..., kini sudah genap setahun ia bersama Uda Hasan di rumah kontrakan ini....

Yeni tersenyum sendiri. 

Aroma kopi di atas meja menyengat hidungnya.

“Ehem, ehem....” 

Suara deheman suaminya membuat Yeni malu. Ternyata Uda Hasan sudah berdiri di belakangnya. 

“Kenapa senyum-senyam sendiri, Yeni? Apa yang membuatmu senang banget pagi ini?” tanya Hasan pengin tahu.

“Uda, kopi buatan Yeni untuk Uda Hasan harum sekali. Mudah-mudahan Uda senang dan semangat bekerja hari ini,” balas Yeni sambil bangkit dari kursi dan bertukar posisi.

“Oh, kalau itu pasti, Yeni...” balas Uda Hasan sembari duduk di kursi. Mendongakkan kepala kepada istrinya yang berdiri di sebelah kiri.

“Terima kasih, Uda....”

Uda Hasan mengangguk sambil tersenyum senang.

Hari-hari berlalu tanpa terasa. Kehidupan rumah tangga mereka berjalan seperti air mengalir.

Tahun kedua pernikahan, mereka dikaruniai seorang bayi perempuan mungil dan cantik. Kebahagiaan mereka semakin lengkap dengan hadirnya sang buah hati.

Yeni telah membuktikan, ternyata memang, bahagia itu tak datang dengan sendirinya melainkan diusahakan menciptakannya.

Dan, pola hidup sederhana dalam keluarga mengantarkan Yeni dalam keluarga sakinah mawaddah dan warahmah. Bukankah ini doa setiap orang ketika pernikahan dan pesta pernikahan? Sekian.***