Pemilik Cinta Terpendam
Aku tak mungkin bisa mendekati, apalagi hanya untuk menyentuh tanganmu. Kalaupun ada yang boleh dan bisa kulakukan, itu pun sekadar memandangmu. Dari jauh... dan, tak boleh berlama-lama.
Hm, tapi tidak apa-apa. Boleh memandang mu saja, itu sudah lebih dari cukup. Sudah membuat hatiku bahagia.
Suatu ketika aku pernah berharap. Dirimu dapat menyediakan sedikit tempat di ruang hatimu untukku.
Waktu itu, ku yakinkan dirimu kalau aku tak akan pernah mengganggu kebahagiaanmu dengannya.
Sekali-kali tidak. Aku pun ingin dirimu bahagia selalu. Dengan begitu aku juga akan bahagia.
Ah, betapa konyolnya ucapan diriku saat itu. Apa yang kukatakan dengan sejujurnya, ternyata telah membuat dirimu takut dan merasa bersalah.
Aku mengira ucapan konyol ku itu akan membuat dirimu membenciku, bahkan akan menghindari ku. Ternyata tidak.
Dirimu tetap bersikap biasa-biasa saja. Sehingga tidak mengundang kecurigaan dan tanda tanya bagi orang lain.
Tapi itu dulu. Waktu telah berjalan belasan tahun lamanya.
Saat ini aku tak akan membuatmu takut dan merasa bersalah lagi.
Aku dan dirimu jadi paham ungkapan klise bahwa cinta itu tidak mesti memiliki.
Cinta itu, meski hanya dalam hati, niscaya tidak akan mengganggu. Justru akan membuat pemiliknya tersenyum-senyum sendiri.
Energi endogen cinta terpendam akan menjadikan pemiliknya bersemangat menjalani hidup dan kehidupan, seperti yang ku alami saat ini.
Biarlah cinta ini bersemayam di lubuk hati... terpendam untuk selamanya. Bahkan mungkin sampai aku mati.
*Untuk seseorang yang ngerasa.*** (Mahesa Adiguna)