Merenda Hari Depan Bersamamu
Merenda hari depan bersamamu - Ada rasa iba mendalam di hati Yesi mendengar kisah Andrizal secara langsung. Lebih dari yang pernah yang ia baca melalui chat WhatsApp atau messenger Facebook.
"Aku ikut prihatin dengan keadaanmu, mas..." sahut Yesi usai Andrizal menceritakan dirinya.
Andrizal tersenyum kecut.
"Terima kasih atas rasa perhatianmu padaku. Tapi ketahuilah, seperti yang pernah kutulis via chat, aku sudah bisa menjalaninya dengan ikhlas..." balas Andrizal.
"Syukurlah mas. Aku senang mendengarnya...." balas Yesi meskipun ia meragukan pengakuan Andrizal barusan.
Andrizal sudah bercerita banyak tentang dirinya selama ini. Yesi bukanlah siapa-siapa baginya. Tetapi janda beranak dua itu seakan menjadi tempat curhat yang baik.
Wanita yang kini ada di dunia nyata ini tidak tergolong muda lagi. Namun bagi Andrizal sangat berarti dalam hidupnya. Sudah mau membaca dan membalas keluh kesahnya.
Ia mengenal Yesi pertama kali melalui facebook. Saat meminta pertemanan, Yesi langsung mengkonfirmasi. Rupanya Yesi juga sedang online.
Kini perempuan yang dulu hanya dilihat lewat foto dan video facebook ada di depannya.
"Aku mohon maaf sekaligus berterima kasih padamu, Yesi..."
"Kenapa?"
"Jauh-jauh datang untuk menemui aku kesini. Semestinya aku yang datang ketempat kamu," ujar Andrizal sedikit risih.
"Oh, itu tak usah dipikirkan, mas. Aku memang sudah lama ingin ke kota budaya ini..." kilah Yesi mengenyahkan kerusuhan Andrizal.
Yesi menceritakan kalau dirinya sudah maklum dengan keadaan Andrizal.
Dalam kondisi seperti sekarang ini tak seorang pun yang bisa lepas dari kesulitan ekonomi. Apalagi seperti Andrizal yang hanya seorang pegawai negeri yang banyak punya tanggungan ekonomi.
Yesi juga dapat memaklumi mengapa Andrizal ditinggal oleh istrinya disaat ia sedang kesusahan memenuhi kebutuhan hidup dan pendidikan anak-anaknya.
"Mas, apa tidak sebaiknya kalau mas mencari pengganti kakak yang sudah meninggalkanmu...?" tanya Yesi tiba-tiba.
Andrizal terkesima.
"Maaf, aku tidak bermaksud mengajarimu..." pintas Yesi.
"Mencari istri baru, maksudmu...?"
Yesi mengangguk pelan.
"Yesi, aku sedang susah saat ini. Tidak punya apa-apa lagi. Kalaupun ada keinginan siapa yang mau, Yesi...?"
"Mas harus percaya diri karena mas itu seorang pegawai negeri. Pasti banyak yang bersedia jadi istrinya mas..."
Andrizal menggeleng perlahan.
"Mas, kamu membutuhkan seorang pendamping hidup. Apalagi disaat usia mas yang sudah memasuki usia tua...."
"Aku tahu itu..." potong Andrizal cepat. "Hidup ini adalah kenyataan. Membutuhkan materi dan uang untuk kelancaran kehidupan itu sendiri..."
Yesi terdiam. Ia sedikit kecewa. Ternyata Andrizal tidak peka dengan ucapannya.
"Apa mas tidak melihat kenyataan hidup itu ada di depanmu...?"
"Maksudmu...?"
"Aku...."
"Aku tidak mengerti, Yesi...."
Tiba-tiba Yesi menyentuh tangan Andrizal. "Aku bersedia mendampingimu, mas..."
Andrizal terdiam seraya memandang Yesi tak percaya.
"Benarkah itu?"
Yesi mengangguk pelan sembari senyum kecil.
Andrizal meraih kedua tangan Yesi.
"Terima kasih, Yesi..." Suara Andrizal bergetar.
"Iya, mas..." balas Yesi penuh bahagia.
"Kamu tidak takut dengan kekuranganku?"
"Insyaallah, aku siap. Anak-anakku juga sudah bersedia sebelum aku kesini menemuimu," sahut Yesi yakin.
"Aku bahagia mendengarnya, Yesi.. "
"Mulai sekarang mas sudah bisa menyelesaikan persoalan dengan kakak, serta berdiskusi dengan anak-anak mas..." sambung Yesi.
Andrizal mengangguk.
Yesi meraih handphone lalu menelpon seseorang.
"Budi, kamu kesini nak. Kita mau pulang..."
"Iya, ma..." sahut seseorang.
Tak lama Budi sudah nongol.
"Minta izin sama om, kita mau kembali ke kota," suruh Yesi.
"Permisi om, saya dan mama ingin kembali pulang," ujar Budi sambil menyalami Andrizal.
"Iya, hati-hati menyetir ya Bud..."
"Oke, om..."
"Mas, izinkan aku pulang ya..." ujar Yesi menyalami Andrizal.
"Iya..., hati-hati."
"Siappp... Mas juga hati-hati dan semangat bertugas..."
"Siiip..."
Temaram senja membayang. Andizal melepas Yesi dan putranya menuju kota Bukittinggi.
Andrizal pun melangkah menuju parkir motor di area wisata itu. Ia akan merenda hari depan di sisa umurnya. Tamat.***